Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

ASURANSI BENCANA NASIONAL : Skema PPP Diusulkan

Pemerintah diminta membuat skema public private partnership untuk melaksanakan asuransi bencana nasional.
Bencana longsor melanda Hotel Bali Club di Kawasan Villa Kota Bunga, Cianjur, pada Rabu (9/3) dinihari./Antara-Firman Taqur
Bencana longsor melanda Hotel Bali Club di Kawasan Villa Kota Bunga, Cianjur, pada Rabu (9/3) dinihari./Antara-Firman Taqur

Bisnis.com JAKARTA – Pemerintah diminta membuat skema public private partnership untuk melaksanakan asuransi bencana nasional.

Kornelius Simanjuntak, Direktur Utama PT Asuransi Himalaya Pelindung menuturkan kerugian akibat bencana terus melonjak. Dia menyebutkan laporan dari United Nations Developmnet Programme (UNDP) dalam 10 tahun terakhir kerugian akibat bencana di Indonesia mencapai Rp400 triliun.

Sedangkan penanganan kerugian ini dilakukan oleh pemerintah secara sporandis.

“Memang di kita belum tinggi semangat berasuransi namun harus dimulai. Dengan adanya OJK maka sangat terbuka peluang untuk melakukan asuransi bencana nasional. Kita harus mulai melakukan sesuatu,” kata Kornelius, di Jakarta, Selasa (25/10/2016)

Dia mengatakan selama ini selain menggunakan Anggaran Pendapatan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan Belanja Daerah, perbaikan daerah bencana menggunakan bantuan dari luar negeri. Namun bantuan itu semakin menurun dibandingkan ketika Bencana tsunami menimpa Aceh.

Apalagi skema asuransi bencana nasional ini tidak harus bergantung sepenuhnya kepada dukungan negara. Kornelisu mengatakan di sejumlah negara yang sering terjadi bencana seperti Jepang, Meksiko hingga Taiwan sebagian risiko juga dialihkan ke pasar modal global dengan membentukcatastrophic bond. Dia mengatakan peran pemerintah memfasilitasi dan memberikan payung hukum bagi pelaksanaan asuransi bencana nasional ini.

Kornelius mengatakan skema asuransi bencana dimulai dengan pemungutan premi yang didukung regulasi, bagi pihak yang tidak mampu maka premi ditanggung pemerintah. Sedangkan perusahaan penyelenggara merupakan seluruh perusahaan asuransi umum yang membentuk konsorsium. Oleh konsorsium ini sebagian risiko dialihkan kepada reasuransi  sedangkan sebain lainnya dialihkan ke pasar modal global melalui spesial purpose vehicle (SPV) yang menerbitkan obligasi. “Yield obligasi dibayarkan menggunakan  premi yang dipungut.”

Lebih lanjut dia mengatakan pola ini telah berhasil diterapkan seperti Taiwan, Meksiko, New Zeland hingga Taiwan. Bahkan di Meksiko risiko yang dialihkan kepada  catastrophic bond jauh lebih dominan dibandingkan yang ditanggung oleh perusahaan asuransi dan reasuransi. Bond yang diterbitkan juga memiliki pasar yang baik mengingat imbal hasilnya jauh di atas investasi rata-rata yang ada di pasar modal.

“Catastropik bond ini untuk mengatasi masalah permodalan asuransi yang terbatas. Di pasar modal dana yang tersedia jauh lebih besar dibandingkan dengan reasuransi secara global. [ketersedian dananya] Beribu-ribu kali lipat,” katanya.

Dia menjelaskan jika mengacu kepada aturan OJK untuk retensi sebesar 2% maka dari total ekuitas industri asuransi umum 41,6 triliun maka kemampuan retensi sebesar Rp832 miliar sangat kecil jika dibandingkan risiko yang akan dijamin.

Yasril Y. Rasyid, Direktur Utama PT Reasuransi Maipark Indonesia menuturkan saat ini skema asuransi bencana nasional masih terkendala dengan payung hukum. Dia mengatakan tahun ini perusahaan melakukan pendekatan dengan pemerintah Yogyakarta dan Sumatera Barat yang dekat dengan kejadian bencana alam.

Akan tetapi proposal skema asuransi bencana daerah tidak disetujui oleh Kementerian Keuangan. Pertanyaan yang diajukan kementerian keuangan meliputi jika tidak ada klaim bagaimana posisi uang premi yang dibayarkan serta jika terjadi klaim kemana penyalurannya.

Meski begitu, kata Yasril, pihaknya terus mengupayakan arah asuransi bencana nasional ini. Saat ini pihaknya telah menerapkan untuk Bank Perkreditan Rakyat dimana jika terjadi bencana gempa dan usaha nasabah mengalami kerusakan akan diganti oleh perusahaan asuransi. Yasril mengharapkan produk ini mulai dapat dipasarkan untuk kawasan resedensial.  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Anggara Pernando
Editor : Rustam Agus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper