Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

BPJS KETENAGAKERJAAN: Pemerintah Didorong Revisi Aturan Usia Kepesertaan Informal

Pemerintah didesak untuk segera merevisi Peraturan Menteri Ketenagakerjaan nomor 1 tahun 2016 tentang Tata Cara Penyelenggaran Program Jaminan Kecelakaan Kerja ( JKK), Jaminan Kematian (JKM) dan Jaminan Hari Tua (JHT) bagi Pekerja Bukan Penerima Upah.
./.
./.

Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah didesak untuk segera merevisi Peraturan Menteri Ketenagakerjaan nomor 1 tahun 2016 tentang Tata Cara Penyelenggaran Program Jaminan Kecelakaan Kerja ( JKK), Jaminan Kematian (JKM) dan Jaminan Hari Tua (JHT) bagi Pekerja Bukan Penerima Upah. 

Koordinator BPJS Watch Timboel Siregar mengungkapkan aturan tersebut memiliki sejumlah kelemahan yang tidak mendukung target perluasan kepesertaan program jaminan sosial, antara lain pembatasan usia untuk pendaftaran pertama maksimal 56 tahun sesuai masa usia pensiun.

Menurutnya, aturan tersebut perlu diperlonggar menjadi maksimal 65 tahun. Tujuannya agar pekerja formal yang telah memasuki masa pensiun maupun pekerja informal yang berusia di atas 60 tahun masih mendapatkan perlindungan sosial yang merupakan hak setiap pekerja.

“Kita mendorong agar revisi ini dapat benar-benar dilakukan secepatnya. Ini mendesak sebab setiap tahun ada pekerja yang mengalami pensiun dan masih ingin berkarya. Jangan sampai karena regulasi ini mereka menjadi terhambat untuk masuk dalam program jamsos seperti JKK dan JKM,” katanya kepada Bisnis, Selasa (10/1/2017).  

Selain revisi Permenaker 1/2016, dia juga mendorong pemerintah mengubah PP nomor 45 tahun 2015 tentang Penyelenggaraan program Jaminan Pensiun. “Aturan tersebut membatasi pensiun hanya untuk pekerja formal, ke depan kita mesti mendorong jaminan pensiun untuk pekerja bukan penerima upah. Harapannya setelah mengiur misalnya 15tahun, mereka dapat hak pensiun.”

Hambatan lainnya, kata dia, terkait dengan sosialisasi yang belum massif. Akibatnya belum banyak orang yang mengetahui tentang program jaminan sosial bagi pekerja mandiri.

Timboel mendorong perlunya pelibatan pemerintah daerah lewat APBD serta perusahaan swasta lewat program CSR untuk membantu membiayai kepesertaan pekerja bukan penerima upah.

Tanpa ada pelibatan pemda dan perusahaan swasta, menurutnya proses pembuatan wadah kelompok pekerja informal juga akan terhambat dan jumlah kepesertaan tidak bertumbuh signifikan.

Dewan Pengawas Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (BPJSTK) juga menyampaikan aturan tentang batas usia peserta bukan penerima upah perlu direvisi demi menggenjot kinerja kepesertaan Badan pada 2017. 

“Sesuai data statistik, ada 15 juta orang dari range usia 56 tahun – 60 tahun. Ini potensi orang yang terhambat masuk ke BPJS dan kami kehilangan potensi kepesertaan itu kalau peraturan tentang BPU ini tidak direvisi,” kata anggota Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan Rekson Silaban. 

Sesuai data BPJSTK, sampai November 2016 jumlah peserta mandiri atau pekerja bukan penerima upah sebanyak 912.553 orang atau 1,9% dari total kepesertaan yang terdaftar yakni 47,01 juta orang. 

Jumlah tersebut terbilang sangat kecil, mengingat dari 128 juta pekerja Indonesia, mayoritas atau sekitar 70,3 juta orang bekerja di sektor informal. 

Dewas BPJSTK menargetkan jumlah kepesertaan informal tahun ini dapat tumbuh minimal 200%. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper