Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

SRI MULYANI: Pemerintah Belum Puas dengan Pertumbuhan

Angka pertumbuhan ekonomi 5,02% yang diraih Indonesia sepanjang 2016 tampaknya tidak membuat puas pemerintah mengingat angka pertumbuhan investasi masih di bawah 5%.
Sri Mulyani/Antara
Sri Mulyani/Antara

Bisnis.com, JAKARTA - Angka pertumbuhan ekonomi 5,02% yang diraih Indonesia sepanjang 2016 tampaknya tidak membuat puas pemerintah mengingat angka pertumbuhan investasi masih di bawah 5%.

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkapkan permintaan masih kuat menopang ekonomi, setelah tumbuh di atas 5% atau yang tertinggi selama 10 tahun terakhir.

Namun, angka ini tidak dapat dicapai dari sisi investasi.

"Tapi sisi investasi masih di bawah 5%. Ini adalah PR [pekerjaan rumah], kita diperbaiki di 2017," ungkapnya dalam sambutan 'Investor Gathering' LPEI atau Eximbank Indonesia di The Ritz Carlton, Jakarta (7/2/2017).

Dia mengakui adanya pukulan berat terhadap sisi investasi sepanjang 2016 lalu yang disebabkan oleh faktor pesimistis akibat adanya konsolidasi sektor keuangan dan pelaku usaha akibat tekanan pasar dan internalnya.

Dari sisi permintaan, dia menuturkan satu-satunya komponen yang positif adalah belanja pemerintah yang defisit sebesar 2,46%. Hal ini sedikit memberikan tekanan pada ekonomi karena adanya pemotongan anggaran tahun lalu.

Namun, dia berharap APBN 2017 tidak menjadi faktor yang menciptakan ketidakjelasan. Oleh sebab itu, dia menekankan sisi pendapatan dan kualitas belanja negara akan menjadi hal penting.

Tahun ini, Menteri Keuangan menegaskan pemerintah berharap menciptakan ekonomi yang basisnya besar dan tidak bergantung pada sektor tertentu. Ini merupakan koreksi yang harus terus dilakukan dengan mendesain kebijakan fiskal, perpajakan dan belanja negara.

Dengan demikian, dia mengungkapkan kebijakan fiskal pemerintah saat ini ditunjukan untuk mendorong sektor memiliki potensi pertumbuhan cepat yakni pariwisata yang mencakup a.l. sisi transportasi, restoran, dan jasa.

"Maka sektor ini akan diberi dukungan, yakni dalam bentuk pembangunan untuk akses kepada sektor-sektor tourism atau destination tourism di Indonesia," kata Menteri Keuangan. Oleh karena itu, belanja pemerintah 2017 akan diberikan untuk pembangunan sektor transportasi dan sarana umum demi mendukung destinasi wisata.

Untuk itu, pemerintah akan melakukan penyederhanaan birokrasi agar masyarakat benar-benar dapat merasakan kemudahan berbisnis. Dia mengakui tidak mudah untuk merealisasikannya, sehingga pemerintah menyampaikan komitmen ini secara terus-menerus.

Di sisi lain, pemerintah butuh masukan dari pelaku usaha untuk dapat memberikan respon. Selanjutnya, dia menuturkan pemerintah akan mendukung dari sisi fiskal. Caranya, pemerintah akan mempertimbangkan pemberian tax allowance, tax holiday atau tax enforcement agar jangan ada sektor yang kontribusi sedikit, tetapi memberikan biaya yang besar dari ekonomi dan tidak membayar pajak.

Sebaliknya, sektor yang kontribusinya besar bagi ekonomi dan membayar pajak terlalu banyak sehingga akhirnya menimbulkan distorsi dalam pemberian insentif antar sektor, pelaku dan lokasi usaha.

Dia menuturkan belanja pemerintah dialokasikan dalam menyelesaikan masalah fundamental, seperti kemiskinan. "Kita tidak lagi bicara apa, [tapi] bagaimana membuat dukungan atau menginvestasikan kepada kelompok miskin. Tetapi, kita sudah bicara bagaimana caranya 'the how's," ungkapnya.

Ekonom sekaligus pendiri CReco Research Institute Chatib Basri mengatakan jika pemerintah ingin pertumbuhan ekonomi lebih tinggi atau mencapai 6%, maka Indonesia butuh pertumbuhan investasi sebesar 6,4%.

"Berarti kita butuh 38,4%, masalahnya tabungan [investasi] di sini hanya 35%. Setiap growth kita capai 6%, current account kita defisit. Marketnya beraksi dan kemudian capital outflow," ujarnya.

Menurutnya, hal ini bisa dihindari jika investasi asing yang datang dalam bentuk penanaman modal asing (PMA). Opsi lain untuk mencapai pertumbuhan yang baik yaitu perbaikan produktifitas.

Caranya, dia menuturkan pemerintah harus mengalokasikan uang untuk pembangunan infrastruktur. Selain itu, efisiensi bisa dilakukan lewat deregulasi seperti saat ini. Jika perubahan itu tidak dilakukan dengan baik, dia yakin pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya akan berada di kisaran 5-5,5%.

Mantan menteri keuangan era presiden SBY ini yakin sektor yang bisa mendongkrak pertumbuhan ekonomi Indonesia saat ini adalah ekspor karena pertumbuhan investasi dan konsumsi sedang swasta stagnan, serta belanja pemerintah harus dipotong demi konsolidasi fiskal.

Saat ini, dia melihat pasar Asia sangat menarik karena potensi pertumbuhan ekonominya paling tinggi di antara regional lainnya, yaitu 5,8%-6%. Dia menyarankan bagi eksportir Indonesia untuk menyasar pasar Asean.

"Usul saya manfaatkan Asean sebagai pasar domestik." Dia menuturkan eksportir akan diuntungkan karena zero tariff dari Asean Free Trade, sehingga biaya logistik ke Thailand atau negara Asean lain bisa lebih murah dari pengapalan ke Sulawesi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Hadijah Alaydrus

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper