Bisnis.com, JAKARTA – Indonesia dinilai sebagai salah satu negara dengan tingkat kesenjangan ekonomi yang paling parah di dunia. Peringkat kesenjangan ekonomi di Indonesia pun berada di posisi enam terburuk di dunia.
Berdasarkan riset Oxfam yang dirilis di laman resminya (Kamis, 23/2/2017), dalam 20 tahun terakhir kesenjangan antara yang kaya dengan penduduk lainnya di Indonesia telah tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan negara lainnya di Asia Tenggara.
Bayangkan saja, empat orang terkaya di Indonesia memiliki nilai kekayaan lebih banyak dibandingkan dengan harta 100 juta orang termiskin di tanah air.
Empat orang terkaya di Indonesia, dipimpin oleh kakak beradik Budi dan Michael Hartono, diketahui mengendalikan aset senilai US$25 miliar yang kira-kira setara dengan nilai kekayaan 40% warga miskin dari total populasi penduduk Indonesia sebesar 250 juta orang.
Padahal, Presiden Joko Widodo terus mengumandangkan komitmennya untuk melawan kesenjangan ekonomi yang dianggap membahayakan.
“Sejak 2000, pertumbuhan ekonomi telah mulai di Indonesia. Namun, manfaat pertumbuhan belum tersebar secara merata dan jutaan orang telah tertinggal khususnya wanita,” papar Oxfam dalam laporannya.
Organisasi nirlaba berbasis di Inggris yang berfokus pada pembangunan penanggulangan bencana dan advokasi tersebut memaparkan sejumlah faktor penyebab kesenjangan ekonomi di Indonesia.
Fundalisme pasar yang diperkenalkan pasca krisis finansial pada 1997 telah menghasilkan perekonomian yang memungkinkan orang kaya meraup bagian keuntungan terbesar dari pertumbuhan ekonomi.
Ketidaksetaraan gender, salah satu bentuk ketimpangan yang sejak lama menjadi isu, turut menjadi penyebab sekaligus akibat dari kesenjangan ekonomi.
Faktor lainnya termasuk tingkat upah yang murah, ketimpangan akses antara pedesaan dan perkotaan, serta sistem perpajakan yang gagal mendistribusikan kembali kekayaan.
Dini Widiastuti, juru bicara untuk Oxfam di Indonesia, menyatakan bahwa kesenjangan ekonomi di Indonesia mencapai tingkat krisisnya.
“Jika dibiarkan, kesenjangan besar antara yang kaya dan miskin berpotensi merusak perlawanan terhadap kemiskinan, memperburuk instabilitas sosial, serta menghambat pertumbuhan ekonomi,” tuturnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel