Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

BI Rilis PLJPS

Bank Indonesia hari ini merilis PBI No.19/4/PBI/2017 tentang Pembiayaan Likuiditas Jangka Pendek Syariah bagi Bank Umum Syariah.
Karyawan keluar dari gedung Bank Indonesia di Jakarta./JIBI-Dedi Gunawan
Karyawan keluar dari gedung Bank Indonesia di Jakarta./JIBI-Dedi Gunawan

Bisnis.com, JAKARTA – Bank Indonesia hari ini merilis PBI No.19/4/PBI/2017 tentang Pembiayaan Likuiditas Jangka Pendek Syariah bagi Bank Umum Syariah.

Latar belakang penerbitan peraturan ini dalam rangka penyempurnaan ketentuan sebelumnya yakni PBI No.11/24/PBI/2009 tentang Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Syariah Bagi Bank Umum Syariah dan PBI No.14/20/PBI/2012 tentang perubahan atas PBI No.11/24/PBI/2009 tentang Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Syariah bagi Bank Umum Syariah.

Penyempurnaan PBI PLJPS ini untuk penyelarasan dengan Undang-Undang No. 9 Tahun 2016 Tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (UU PPKSK). PLJSPS ini merupakan instrument dalam penanganan permasalahan likuiditas bank, dalam hal ini Bank Indonesia menjalankan fungsinya sebagai lender of the last resort dengan menyediakan PLJPS bagi Bank untuk mengatasi kesulitan likuiditas jangka pendek.

Persyaratan bagi bank yang ingin mengajuka PLJPS ini adalah merupakan bank solven, memiliki peringkat komposit tingkat kesehatan bank paling rendah 2, memiliki agunan berkualitas tinggi sebagai jaminan PLJPS yang memenuhi ketentuan sebagaimana diatur dalam PBI dan diperkirakan mampu mengembalikan PLJPS.

Aset yang eligible sebagai agunan PLJPS adalah surat berharga syariah, meliputi SBIS, SBSN, dan surat berharga syariah yang diterbitkan oleh badan hukum lain yang memenuhi persyaratan selain itu aset pembiayaan yang memenuhi persyaratan.

Jangka waktu PLJPS adalah paling lama 14 hari kalender untuk setiap periode pemberian PLJPS dan dapat diperpanjang paling lama 90 hari kalender.

Beberapa waktu yang lalu, Deputi Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan krisis ekonomi itu tidak bisa diprediksi waktu terjadinya atau bisa datang tiba-tiba. Jadi, sejak dini sudah harus disiapkan instrumen-instrumen antisipasi potensi krisis tersebut. 

“Untuk itu, Kementrian Keuangan, BI, OJK, dan LPS [Lembaga Penjamin Simpanan] harus terus memperkuat koordinasi demi semakin menyempurnakan antisipasi risiko krisis tersebut,” ujarnya. 

Secara tugas, keempat lembaga yang juga tergabung dalam Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) mempunyai peran khusus masing-masing. 

Misalnya, Kementrian Keuangan mengembangkan antisipasi berbagai risiko pada sektor fiskal. Lalu, BI terus mengembangkan indikator deteksi dini untuk potensi risiko krisis nilai tukar mata uang, dan indikator risiko krisis sistem stabilitas keuangan. 

Untuk OJK mempunyai peran untuk mengembangkan kesehatan lembaga keuangan, bank, non-bank, dan pasar modal. Lalu, untuk LPS berperan dalam menangani deteksi dini dan penanganan terhadap risiko perbankan. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper