Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

LIKUIDITAS PERBANKAN - Dana Mengendap Berkurang

Pertumbuhan penempatan dana di Bank Indonesia berpotensi semakin melambat pada tahun ini dengan potensi bertumbuhnya kredit dan penempatan dana perbankan di surat berharga.
Karyawan melayani nasabah di salah satu kantor cabang Bank Mandiri, di Jakarta, Senin (9/1)./JIBI-Nurul Hidayat
Karyawan melayani nasabah di salah satu kantor cabang Bank Mandiri, di Jakarta, Senin (9/1)./JIBI-Nurul Hidayat

Bisnis.com, JAKARTA - Pertumbuhan penempatan dana di Bank Indonesia berpotensi semakin melambat pada tahun ini dengan potensi bertumbuhnya kredit dan penempatan dana perbankan di surat berharga.  

Berdasarkan data Statistik Perbankan Indonesia yang diterbitkan Otoritas Jasa Keuangan per Maret 2017,  jumlah dana bank yang ditempatkan di Bank Sentral baik dalam bentuk giro, fine tune operation, fasbi maupun bentuk lainnya sebesar 668,06 triliun.

Angka ini lebih rendah dibandingkan dengan dana yang ditempatkan di surat berharga, baik instrumen bonds, sertifikat bank indonesia maupun surat perbendaharaan negara (SPN) dan surat berharga lainnya yang berjumlah total Rp944,17 triliun. 

Dilihat dari segi pertumbuhan, penempatan dana perbankan di BI selama kuartal awal tahun ini tumbuh 12,39%, lebih rendah dibandingkan pertumbuhan penempatan dana di surat berharga sebesar 16,8%. 

Adapun, penyaluran dana dalam bentuk kredit, baik untuk pihak ketiga maupun kepada bank lain, kendati hanya tumbuh satu digit, masih menjadi pamuncak dari segi nilai. Total penyaluran kredit tumbuh 9,2% secara yoy, menjadi Rp4.402, 97 per Maret 2017 dari posisi Rp4.029, 92 pada periode yang sama tahun lalu. 

Kepala Ekonom SKHA Institute for Global Competitiveness (SIGC) Eric Sugandi tren perlambatan pertumbuhan tersebut masih akan berlanjut sampai akhir tahun ini. 

"Tren penempatan dana di BI akan lebih berkurang. Sebagian dana bisa saja digunakan bank untuk lending atau surat berharga," katanya kepada Bisnis, Rabu (7/6/2017). 

Eric menjelaskan, prediksi tersebut lantaran bank akan lebih tertarik menempatkan dananya di instrumen yang memiliki yield lebih tinggi. 

"Dengan yield hanya sekitar 4%, penempatan di BI jadi tidak terlalu atraktif sehingga kalaupun dipilih, hanya untuk sementara. Lalu mekanisme penghitungan GWM primer rata-rata juga memberi kelegaan bagi bank untuk tidak menempatkan di BI," katanya. 

Jika pertumbuhan penempatan dana perbankan pada surat berharga berlangsung secara persisten, lanjutnya, penurunan kredit kepada pihak ketiga bersamaan dengan peningkatan dana di surat berharga (terutama SBN), merupakan indikasi adanya crowding out antara penerbitan SBN dan penyaluran kredit kepada pihak ketiga. 

Proyeksi Kredit

Sepanjang Maret, kredit kepada pihak ketiga mengambil pangsa sekitar 66% dari total nilai penempatan dana perbankan sebesar Rp6.646 triliun. 

Penyaluran kredit kepada pihak ketiga sempat tercatat turun tipis (1,59%), dari Rp4.377 triliun di bulan Desember 2016 menjadi Rp4.370 di akhir triwulan 1 2017. 

Kendati begitu, dia memperkirakan, penurunan kredit kepada pihak ketiga pada kuartal I/2017 sebagai fenomena temporer, diduga karena debitur sudah cukup meminjam pada triwulan IV /2016. 

Apalagi, laju pertumbuhan penyaluran kredit yang meningkat secara year on year pada Maret. Pertumbuhan kredit ke pihak ketiga, imbuh Eric, mulai mengalami rebound sejak Oktober 2016, terutama pada kredit valuta asing, setelah mengalami tren penurunan sejak tahun 2013. 

Laju penguatan pertumbuhan kredit diperkirakan akan terus terjadi seiring dengan ekspansi perbankan. "Ekspansi penyaluran kredit oleh bank juga akan meningkat," katanya. 

Kenaikan permintaan kredit juga dipicu oleh membaiknya harga komoditas energi dan upaya pemerintah menggenjot pembangunan infrastruktur dan perumahan rakyat. 

SIGC memproyeksikan pertumbuhan kredit perbankan kepada pihak ketiga akan meningkat dari 7,8% di tahun 2016 menjadi 10% pada tahun ini dan menjadi 12% pada 2018.

Di lihat dari sisi penawaran, beberapa bank BUKU III dan IV memiliki ruang untuk ekspansi kredit tahun ini karena telah melakukan restrukturisasi kredit bermasalah. 

Meski begitu, SIGC melihat bahwa perbankan secara keseluruhan masih akan bersikap konservatif dalam penyaluran kredit karena investor sektor rill masih bersikap menunggu perkembangan kondisi ekonomi Indonesia sebelum meningkatkan pinjaman kepada perbankan. 

Perbankan juga mungkin akan berhati-hati dalam memberikan pinjaman ke beberapa sektor yang mempunyai rasio non-performing loans (NPL) yang relatif tinggi, seperti sektor pertambangan, transportasi – pergudangan – komunikasi, perdagangan besar dan eceran, serta konstruksi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Ropesta Sitorus

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper