Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pasar Tunggu Kepastian Laju Kenaikan Suku Bunga AS Hingga Akhir Tahun

Selain menanti kepastian tingkat suku bunga acuan AS, pasar juga menantikan informasi awal The Federal Reserve terkait jumlah kenaikan suku bunga selanjutnya pada tahun ini.
Ilustrasi/Bloomberg
Ilustrasi/Bloomberg

Bisnis.com, JAKARTA - Selain menanti kepastian tingkat suku bunga acuan AS, pasar juga menantikan informasi awal The Federal Reserve terkait jumlah kenaikan suku bunga selanjutnya pada tahun ini.

Hal tersebut menjadi penting lantaran laju inflasi AS yang masih rendah. Jika menilik data inflasi AS, The Fed melaporkan laju inflasi inti yang tidak termasuk komponen makanan dan energi turun menjadi 1,5% pada April  seara year-on-year (yoy) dari 1,8 % pada Februari. Angka tersebut masih di bawah target yang ditentukan Bank Sentral AS yakni 2% pada tahun ini.

Kondisi itu diperparah pula oleh pertumbuhan upah pekerja yang masih cukup rendah, sehingga gagal memberikan dorongan bagi pertumbuhan inflasi. Berdasarkan data Departemen tenaga Kerja AS, tingkat pertumbuhan rata-rata pendapatan per jam turun menjadi 2,5% pada Mei dari 2,8% pada April.

Adapun, berdasarkan survei Bloomberg kepada 43 ekonom, hanya 11% responden yang percaya inflasi akan menyentuh target 2% pada tahun ini. Jumlah tersebut kontras dengan  42% responden lain yang meyakini inflasi akan mencapai target pada Maret 2018.

Di sisi lain, stimulus fiskal yang diharapkan datang dari kebijakan reformasi pajak, deregulasi aturan dan belanja infrastruktur besar-besaran dari Presiden Donald Trump tak kunjung datang juga.

Tak heran jika salah satu anggota Dewan Gubernur The Fed Lael Brainard menyatakan adanya indikasi pemangkasan prospek pergerakan lanjutan The Fed pada paruh kedua 2017. Langkah itu akan diambil jika laju inflasi masih lemah, sehingga dapat menghindari adanya resesi.

Sementara itu terkait indikasi kenaikan kembali suku bunga acuan The Fed pada semester II/2017, bank-bank sentral di Asia dinilai oleh para ekonom telah lebih siap. Salah satu indikasi kesiapannya itu adalah tingginya cadangan devisa yang dimiliki oleh bank sentral di Benua Kuning.

Salah satu kesiapan itu ditunjukkan oleh Bank Sentral China (PBOC) yang kembali meningkatkan kepemilikannya atas mata uang AS mulai Maret. Tercatat jumlah cadangan devisa tertinggi yang dimiliki oleh China ada pada Mei, yakni mencapai US$3,054 triliun atau naik US$24,03 miliar dari April dan menjadi kenaikan terbesar sejak April 2014

Peningkatan cadangan devisa juga terjadi di Malaysia, Indonesia, dan Singapura, karena didukung oleh arus masuk yang kuat ke pasar saham domestik.

"Asia telah memperkuat pertahanan moneternya. Hal ini akan membuat bank-bank sentral kekuatan untuk melawan potensi volatilitas dalam beberapa bulan mendatang akibat kebijakan The Fed,” kata Frederic Neumann, Wakil Ketua Divisi Riset Ekonomi Asia di HSBC Holdings Plc, Selasa (13/6/2017).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Sumber : Reuters/Bloomberg
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper