Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

KEIN: Kondisi Utang Pemerintah Perlu Diwaspadai

Komite Ekonomi dan Industri Nasional menilai kondisi utang pemerintah patut diwaspadai, terutama dari sisi kemapuan bayar.
Petugas menata tumpukan uang rupiah./JIBI-Rachman
Petugas menata tumpukan uang rupiah./JIBI-Rachman

Bisnis.com, JAKARTA--Komite Ekonomi dan Industri Nasional menilai kondisi utang pemerintah patut diwaspadai, terutama dari sisi kemapuan bayar.

Kekhawatiran Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) muncul dari kenyataan bahwa enam tahun terakhir pertumbuhan utang selalu berada di atas 10%.

Padahal, dalam rentang periode yang sama, penerimaan terus menurun. Hingga Mei 2017, total utang pemerintah sudah mencapai Rp3,673 triliun atau rasionya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 27%.

Secara regulasi UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, rasio tersebut masih jauh di bawah ketentuan 60%.

Namun, Wakil Ketua Komite Ekonomi dan Industri (KEIN) Arif Budimanta mengungkapkan pada tahun lalu utang tumbuh 11% dan penerimaan hanya 3%.

Pada 2012, posisi pertumbuhan penerimaan negara masih tercatat meningkat 15% dan utang hanya 9%.

"Sejak 2013, utang pemerintah sudah tumbuh 20% dan total penerimaan negara baik pajak maupun nonpajak hanya 11%," kata Arif di kantor KEIN, Jakarta, Kamis (13/7).

Dengan demikian, dia menuturkan jika tren terus berlanjut maka kapasitas fiskal pemerintah akan terganggu karena beban fiskal bertambah. Berdasarkan hitungan KEIN, propersi pembayaran bunga utang pemerintah terhadap total belanja pemerintah mencapai 9,8%.

Beban tersebut ditambah dengan transfer ke daerah. Seperti diketahui, 35,7% dari total belanja negara sebesar Rp1.864,3 triliun adalah dana transfer ke daerah.

"Dari dana itu, hampir 50% belanja negara sudah harus dialokasikan untuk transfer ke daerah dan bayar bunga utang," kata Arif. Imbasnya celah fiskal semakin sempit.

Alhasil, ruang gerak pemerintah untuk mendorong program strategis menjadi sangat terbatas.

Di sisi lain, 60% dari 415 kabupaten di Indonesia masih tergantung pada Dana Alokasi Umum (DAU) yang menjadi bagian dari program desentralisasi fiskal. Pemerintah daerah dikatakan bergantung pada DAU, jika proporsi DAU terhadap APBD melebihi 50%.

Wakil Ketua KEIN menegaskan pemerntah harus mendorong data transfer ke daerah untuk mendorong daerah lebih produktif sehingga akhirnya akan mengurangi beban anggaran.

Upaya ini harus diiring dengan pengelolaan utang yang serius agar kondisi fiskal tetap sehat. Menurut Arif, pembiayaan atau penarikan utang pemerintah harus dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk menopang sektor riil produktif yang berorientasi pada penerimaan negara, termasuk menghasilkan laba dan produk signifikan dan membuka lapangan pekerjaan.

Produksi barangnya harus berorientasi ekspor guna mendorong pembukaan pasar yang baru dan peningkatan volume dagang di negara mitra dagang tradisional.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper