Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

KONDISI KEUANGAN PLN: Di Balik Kecemasan Menkeu Sri Mulyani

Pejabat Kementerian Keuangan memilih bungkam ketika dikonfirmasi terkait dengan bocornya surat peringatan berjudul Perkembangan Risiko Keuangan Negara atas Penugasan Infrastruktur Ketenagalistrikan ke Perusahan Listrik Negara, Selasa (26/9).

Pejabat Kementerian Keuangan memilih bungkam ketika dikonfirmasi terkait dengan bocornya surat peringatan berjudul Perkembangan Risiko Keuangan Negara atas Penugasan Infrastruktur Ketenagalistrikan ke Perusahan Listrik Negara, Selasa (26/9).

Setidaknya hal ini memunculkan tanya di sejumlah kalangan terkait kondisi keuangan negara. Namun, para pejabat Kemenkeu justru memilih bungkam manakala Bisnis berusaha untuk mengonfirmasi apa yang sebenarnya terjadi dengan keuangan negara sehingga Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati melayangkan surat peringatan kepada PT Perusahaan Listrik Negara (Persero).

Toh biasanya, menurut Direktur Utama PLN Sofyan Basir, peringatan disampaikan oleh Menkeu secara lisan.

Menteri Keuangan pun sepertinya berupaya menghindar dari kejaran awak media. Hal ini terlihat saat Menkeu sengaja meninggalkan gedung Pertamina lewat basemen usai mengisi keynote speech pada acara yang digelar oleh PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia.

Tak hanya itu, sikap bungkam itu juga diperjelas oleh salah seorang sumber Bisnis yang mengaku bahwa tak satu pun pejabat Kemenkeu boleh buka mulut terkait polemik korporasi itu.

Patut diketahui, saat ini perusahaan setrum negara itu tengah mendapat penugasan proyek pembangunan listrik 35.000 Megawatt yang merupakan prioritas pemerintah. Di lain sisi, BUMN setrum ini diminta agar tarif listrik tidak boleh naik.

Dengan proyek bernilai jumbo yang ditargetkan rampung pada periode 2018-2019, PLN pun harus mengajukan utang mengingat dana yang dibutuhkan sangat besar dan tak bisa hanya mengandalkan APBN.

Belakangan, Kemenkeu menilai profil keuangan PLN mulai mencemaskan di mana kinerja yang mulai melambat, sedangkan beban utang kian membengkak.

Risiko gagal bayar pun membayang sehingga Menkeu pun mulai aktif memperingatkan.

Kecemasan itu diungkapkan oleh sumber Bisnis yang mengatakan, Kemenkeu tidak akan membiarkan PLN mengalami gagal bayar. “Jangan sampai PLN mengalami gagal bayar sehingga itu jadi beban bagi APBN,” katanya.

Jika memang terjadi gagal bayar, tentu yang harus menalangi adalah keuangan negara mengingat pemerintah telah menjamin utang PLN.

Meski demikian, ekonom Bank Bukopin Sunarsip menjelaskan ukuran kesehatan korporasi itu memang tidak bisa diukur hanya dengan rasio rentabilitas. Pasalnya, PLN merupakan utility company yang kinerjanya tidak diukur dari laba melainkan seberapa besar proyek yang bisa dikerjakan untuk menyediakan listrik.

Alasan lain, adalah perusahaan listrik itu bukanlah listed company di mana pemegang saham PLN hanyalah pemerintah. Kendati demikian, dia pun meyakini bahwa korporasi tersebut masih sanggup untuk membayar utangnya. Persis dengan apa yang dikatakan oleh Sofyan Basir yang mengatakan bahwa sebenarnya keuangan PLN dalam keadaan sehat.

“Dari surat yang disampaikan Ibu Sri ke Pak Jonan hanya mengingatkan bahwa PLN harus hati-hati, jangan sampai debt service coverage melampaui batas. Pada suatu saat jangan sampai di bawah 1,5 kali. Itu diingatkan Menkeu,” kata Sofyan.

MITIGASI RISIKO FISKAL

Jika memang benar yang dikatakan oleh Sofyan di mana tak ada masalah dari sisi keuangan korporasi, lantas mengapa lapangan banteng sampai begitu khawatir?

Tentu Sri Mulyani memiliki alasan yang sangat kuat sampai harus berkirim surat yang sifatnya penting dan segera itu.

Proyek listrik yang digarap oleh PLN memang menjadi salah satu proyek yang dijamin oleh pemerintah, selain proyek-proyek strategis lain seperti proyek percepatan penyediaan air minum, proyek kerja sama pemerintah dengan badan usaha (KPBU), proyek jalan tol trans sumatra, dan pembiayaan langsung kepada PT SMI.

Pemberian dukungan atau jaminan tersebut tentu membawa konsekwensi fiskal bagi pemerintah dalam bentuk dukungan peningkatan kewajiban kontingensi pemerintah yang kemudian dapat menjadi tambahan potensi beban bagi APBN apabila terjadi gagal bayar (default).

Oleh karena itu, mitigasi risiko fiskal pun dilakukan di mana pemerintah melakukan pemantauan secara berkala, baik dalam skala korporasi untuk memastikan kemampuan pembayaran kembali kewajiban pihak terjamin kepada lender, maupun dalam skala proyek yang dijamin, untuk memastikan keberhasilan proyek yang dibangun. Dan upaya inilah yang sedang dilakukan oleh Menkeu.

Terlebih, kinerja APBNP 2017 hingga Agustus 2017 masih jauh dari memuaskan terutama dari sisi penerimaan negara. Realisasi penerimaan negara sampai dengan Agustus 2017 baru Rp972,9 triliun atau 56,1% dari target APBNP yang dipatok Rp1.736,1 triliun. Bahkan, khusus setoran pajak baru mencapai 58% per pekan ketiga September.

Sementara itu, kinerja belanja negara juga masih berkisar 56,2% atau Rp1.198,3 triliun hingga Agustus 2017 dari target Rp2.133,3 triliun.

Di satu sisi, kinerja laba PLN pada semester I/2017 menunjukkan penurunan, sedangkan di sisi lain, kinerja APBNP masih seret. Mungkin inilah yang mendasari Menkeu menjadi ekstra waspada terhadap risiko fiskal keuangan negara.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper