Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Waspadai Efek Beruntun Kenaikan Harga Minyak Dunia

Bisnis.com, JAKARTA Kendati berpotensi menambah penerimaan, tetapi rentetan dampak kenaikan harga minyak mentah yang meleset dari asumsi makro APBN 2018 berpotensi melebar.
Harga minyak naik/Ilustrasi
Harga minyak naik/Ilustrasi

Bisnis.com, JAKARTA — Kendati berpotensi menambah penerimaan, tetapi rentetan dampak kenaikan harga minyak mentah yang meleset dari asumsi makro APBN 2018 berpotensi melebar.

Direktur Eksekutif CORE Indonesia Mohammad Faisal menegaskan, jika pemerintah tetap ngotot terhadap asumsi harga minyak dalam APBN 2018, dampaknya akan mengganggu daya beli. Pasalnya, harga minyak akan berdampak pada Tarif Dasar Listrik (TDL).

"TDL ini sangat sensitif dengan harga minyak dunia. Jadi begitu naik sedikit saja itu mempengaruhi TDL," kata Faisal, Rabu (10/1/2018).

Padahal, pemerintah telah berjanji tidak akan melakukan penyesuaian administered prices tahun ini. Akan tetapi, jika harga semakin tinggi, PLN akan terkena imbasnya. Saat itu, pemerintah akan dihadapkan pada pilihan untuk menaikkan harga listrik atau tidak melakukan penyesuian dan tetap bertahan menjaga subsidi listrik.

Otomatis, kata Faisal, kondisi ini akan menggoyahkan daya beli masyarakat yang niatnya ingin dijaga tahun ini. "Tidak ada [kenaikan] administered prices, bansos ditambah, subsidi juga ditambah. Janjinya kan begitu."

Di sisi lain, kenaikan harga minyak mentah dunia dapat mendorong pemerintah melakukan efisiensi di tataran kementerian dan lembaga (K/L). Dengan catatan, pemerintah tidak akan menambah utang dan menahan pelebaran defisit.

"Otomatis harus dipangkas. Yang kena infrastruktur besar, bantuan sosial, termasuk subsidi," ujar Faisal.

Pembiayaan infrastruktur memang tidak hanya bersumber pada dana pemerintah, BUMN dan swasta dapat berperan. Namun, kondisi cash flow BUMN sedang bermasalah saat ini. Sementara itu, kemampuan dan porsi pembiayaan swasta tidak besar.            

Dengan demikian, dana infrastruktur pemerintah sebesar Rp410 triliun menjadi satu-satunya harapan. "Kalau itu dievaluasi, [nilainya] akan lebih rendah lagi. Ekspektasi terhadap PDB akan lebih rendah lagi. Akhirnya ini akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi.”

Jika pemerintah tidak memangkas anggaran dan memilih menutup defisit dengan surat utang, beban utang akan menggunung. Dia menjelaskan, memang persentase utang terhadap PDB Indonesia masih di bawah 30%, tetapi Faisal mengatakan ada indikator debt to service ratio yang juga harus diperhitungkan. 

Dengan utang yang banyak, pemerintah tiap tahunnya hanya akan membayar bunga. Pada 2019, Faisal mengatakan pemerintah harus membayar sekitar Rp600 triliun utang jatuh tempo beserta bunganya.

"Bagaimana kita bisa mengatakan bahwa beban kita tidak mengkhawatirkan karena selalu yang disodorkan pemerintah utang terhadap total PDB."

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Hadijah Alaydrus
Editor : Achmad Aris

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper