Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ketika Bank Mencari Komisi dari Kegagalan Transaksi

Industri perbankan berpacu mengumpulkan pendapatan operasional selain bunga. Hal itu dilakukan untuk mengantisipasi potensi tergerusnya laba akibat penurunan pendapatan bunga serta seiring dengan tren bisnis menuju bank transaksional.
Gedung Bank Mandiri/Istimewa
Gedung Bank Mandiri/Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA - Industri perbankan berpacu mengumpulkan pendapatan operasional selain bunga. Hal itu dilakukan untuk mengantisipasi potensi tergerusnya laba akibat penurunan pendapatan bunga serta seiring dengan tren bisnis menuju bank transaksional.

Pos pendapatan operasional selain bunga, terdiri dari komisi transaksi, provisi, dan biaya administrasi. Banyak strategi yang dilakukan bank untuk mengerek komisi, di antaranya dengan membebankan biaya administrasi kepada nasabah.

Hal itu dialami Dian Widiyanarko, 31 tahun, karyawan swasta, usai makan di restoran steak di Jalan Buncit Raya, Jakarta Selatan, akhir pekan lalu.

Dian membayar dengan kartu debit berlabel Bank Mandiri di mesin electronic data capture (EDC) milik PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA).

Namun, dia sempat salah memasukkan nomor personal identification number atau PIN.

“Waktu pulang, saya iseng cek mutasi di i-banking, ternyata ada [potongan biaya] Rp5.000 akibat salah masukkan PIN itu. Aneh ya masak salah pin doang kena Rp5.000,” katanya.

Dian sempat mencurahkan pengalamannya di media sosial. Dia mengaku jera bertransaksi nontunai di mesin EDC yang berbeda dengan bank penerbit kartu.

“Bukan soal nominalnya, tapi cara narik uangnya. Kalau Rp5.000 dikali sekian ribu atau juta orang, lumayan juga. Kebanyakan nasabah tidak sadar. Pungutan begini juga kontraproduktif dengan upaya pemerintah untuk mendorong cashless,” ungkap Dian.

Ketika Bisnis mengonfirmasi keluhan itu, Direktur Bank Cental Asia Santoso membantah pengenaan biaya salah input PIN itu sebagai kebijakan perseroan.

“Ini kebijakan bank issuer. Kami tidak mengenakan biaya atas kesalahan memasukkan PIN, walaupun dilakukan pemegang kartu BCA di mesin bank lain. Tetapi kalau untuk tarik tunai dan transaksi yang berhasil, ya ada biaya switching,” kata Santoso.

Sementara itu, Corporate Secretary PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. Rohan Hafas membenarkan pengenaan biaya untuk tiap transaksi menggunakan kartu debit yang diterbitkan perseroan.

Namun, dia berdalih penerapan biaya tersebut merupakan bagian dari ketentuan pihak perusahaan switching. “Itu benar, kena Rp5.000 untuk salah input PIN. Tetapi aturan itu datangnya dari Visa, untuk mesin EDC yang ada logo Visa dan Plus,” ujarnya, Selasa (16/1).

Rohan mengatakan kebijakan tersebut sebenarnya sudah berlangsung cukup lama, meskipun tidak semua membebankan biaya switching ke nasabah. “Jadi charge Rp5.000 itu dari Visa. Ada bank yang charge ke nasabah, ada yang tidak,” ujarya.

Sebagai catatan, Bank Mandiri meruppakan salah satu bank pelat merah beraset terbesar.

Per November tahun lalu, perseroan membukukan pendapatan komisi/provisi/fee dan administrasi sebesar Rp10,26 triliun.

Pendapatan itu sekitar 16% dari total pendapatan bunga Bank Mandiri yang mencapai Rp62,06 triliun pada periode yang sama. Pendapatan komisi bank publik itu mayoritas ditopang segmen treasury & market, serta perbankan korporasi, pemerintah dan institusi.

Banyak Biaya.

Dikutip dari situs resmi perseroan, Bank Mandiri memiliki sejumlah ketentuan biaya administrasi transaksi. Selain biaya gagal memasukkan PIN, ada juga biaya gagal transaksi karena saldo tidak mencukupi, dengan tarif mulai dari Rp2.500 per transaksi (di ATM Bersama), Rp3.000 (di ATM Prima) dan Rp5.000 (di ATM Visa / Plus).

Di luar itu masih ada sejumlah komponen biaya lainnya, seperti biaya untuk informasi saldo melalui ATM bank lain berlogo Link, ATM Bersama, ATM Prima sebesar Rp4.000 per inquiry dan Rp3.000 untuk pengecekan saldo di ATM berlogo Visa/Plus.

Transaksi tarik tunai melalui ATM bank lain berlogo Link, ATM Bersama dan ATM Prima dikenakan biaya sebesar Rp7.500.

Sementara itu, biaya tarik tunai melalui ATM berlogo Plus sebesar Rp15.000 (transaksi di dalam negeri) serta Rp20.000 (di luar negeri). Terakhir, biaya transfer melalui ATM Bersama, Link dan Prima dikenakan biaya Rp6.500 per transaksi.

Tak semua bank mengejar untung lewat komisi dan administrasi transaksi kartu debit. Presiden Direktur PT Bank OCBC NISP Tbk. Parwati Surjaudaja menuturkan, kontribusi biaya administrasi tidak terlalu besar dalam meningkatkan pendapatan komisi.

“Pendapatan fee based kami mayoritas masih terkait treasury, trade finance, dan wealth management. Adapun, administrasi dari kartu debit maupun transaksi ATM tidak terlalu signifikan kontribusinya,” katanya.

Senada, Direktur Konsumer PT Bank CIMB Niaga TBk. Lani Darmawan menuturkan pendapatan berbasis komisi perseroan mayoritas disokong bisnis kartu kredit.

“Untuk retail banyak dari fee kartu kredit, wealth management, dan biaya administrasi remitansi,” katanya kepada Bisnis, Selasa (16/1/2018).

Dalam laporan keuangan bulanan CIMB Niaga (unaudited) per November 2017, total pendapatan dari komisi/provisi/fee dan administrasi mencapai Rp2,45 triliun, naik 17,2% dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya Rp2,09 triliun.

Lani menegaskan, perseroan tidak mengenakan biaya tambahan salah pin transaksi kartu debit, baik di kanal sendiri maupun di kanal pihak lain.

Malah, khusus untuk nasabah dengan saldo di atas Rp5 juta, biaya administrasi akan ditanggung perseroan dengan sistem refund.

Secara industri, pendapatan berbasis komisi (fee based income) perbankan terus menunjukkan tren peningkatan. Hingga Oktober 2017, bank umum konvensional membukukan pos pendapatan dari deviden, keuntungan penyertaan equity, komisi/provisi/fee sebesar Rp56,72 triliun, tumbuh 9,9% secara tahunan.

Pencapaian selama 10 bulan pada tahun lalu itu sudah melampaui realisasi sepanjang Januari – November 2016 senilai Rp56,49 triliun.

Pendapatan komisi menjadi kontributor utama pengerek pendapatan operasional selain pendapatan bunga, terutama bagi bank-bank skala menengah dan besar.

Komponen terbesarnya disumbang pendapatan dari biaya administrasi dan komisi, baik dari bisnis tabungan maupun kredit, serta produk perbankan lainnya seperti bancassurance, treasury dan bank garansi.

Nasabah sebenarnya tidak keberatan dengan kehadiran biaya transaksi yang masih relevan dan masuk akal. Namun, mengingat arah kebijakan nasional menuju masyarakat nontunai, ada baiknya kalangan perbankan bergerak seirama dengan mulai mengevaluasi beragam fee yang seharusnya layak dikurangi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Ropesta Sitorus
Editor : Rustam Agus

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper