Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

PERTUMBUHAN EKONOMI TINGGI: Mungkin Indonesia Perlu Menunggu Hingga 2019

Bisnis.com, JAKARTA -- Indonesia mungkin harus menunggu hingga 2019 untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi. Pasalnya, masih banyak permasalahan yang belum diselesaikan.
PDB Indonesia kuartyal 2/2017 tumbuh 5,01%
PDB Indonesia kuartyal 2/2017 tumbuh 5,01%

Bisnis.com, JAKARTA -- Indonesia mungkin harus menunggu hingga 2019 untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi. Pasalnya, masih banyak permasalahan yang belum diselesaikan.

"Mungkin kita memang harus menunggu hingga 2019 agar dapat mendapatkan pertumbuhan yang lebih baik," kata ekonom Samuel Aset Manajemen Lana Soelistianingsih kepada Bisnis, Senin (5/2/2018).

Menurutnya, permasalahan pertumbuhan ekonomi sangat kompleks dan setiap indikator saling memberi pengaruh. Oleh karena itu, memang pertumbuhan ekonomi yang baik tidak dapat diharapkan dalam waktu dekat. "Apalagi kalau tahun ini mintanya 5,4%, tahun ini saja susah mencapai target," katanya.

Indikator-indikator yang dimaksud adalah konsumsi rumah tangga, pendapatan masyarakat, isu pajak, ekspor dan investasi.

Pertumbuhan ekonomi Indonesia sangat dipengaruhi oleh konsumsi rumah tangga (RT). "Porsinya besar 56,13%, tetapi pertumbuhannya lebih lambat dibandingkan pertumbuhan ekonomi, cuma 4,97%," jelasnya.

Artinya jika konsumsi RT tidak tumbuh signigmfikan, pemerintah tidak dapat mengharapkan pertumbuhan ekonomi bisa tinggi.

Adapun, penyebab konsumsi RT tidak tumbuh karena pendapatan masyarakat masih relatif kecil, "Walaupun kita juga tahu bahwa ada kenaikan Upah Minimum Provinsi [UMP]," katanya.

Dia mengatakan pemerintah memang tidak dapat terlalu bergantung pada pendapatan masyarakat untuk meningkatkan belanjanya, karena tenaga kerja informal di Indonesia masih terlalu tinggi, dan hal tersebut yang menyebabkan banyak rumah tangga menahan belanjanya.

Adapun jumlah tenaga kerja di sektor informal 57%, masih lebih besar dibandingkan dengan sektor formal (43%).

"Jika banyak tenaga kerja informal, artinya mereka tidak mempunyai upah yang tetap, maka wajar kalau mereka menahan belanjanya," katanya.

Namun, dia berharap program Cash for Work pemerintah dapat memberikan dampak positif dalam meningkatkan konsumsi masyarakat. "Tapi memang kita harus tau, itu tidak bisa cepat," imbuhnya.

Selain itu, isu pajak juga sangat berpengaruh dengan stagnannya pertumbuhan konsumsi rumah tangga.

"Ya kita tau lah kenapa banyak orang menahan pengeluarannya, karena memang isu pajak itu dominan sekali, terakhir ini pemerintah kan mau minta laporan kartu kredit," katanya.

Ekonom SAM itu mengatakan pemerintah dapat mengandalkan investasi dan ekspor untuk dapat menggenjot pertumbuhan ekonomi. Hanya saja, ekspor dan investasi juga memiliki beberapa permasalahan.

Adapun ekspor dan investasi adalah indikator perrumbuhan ekonomi yang menunjukkan performace paling baik, masing-masing tumbuh 13,16% dan 13,1%.

Lana mengatakan ekspor kita masih memiliki ketergantungan dengan komoditasnya dan ekspor andalan pun tidak menjadi leader yang dapat menentukan harga dunia.

"Maksud saya CPO, itu bagus tapi kita juga belum bisa menentukan harganya," imbuhnya.

 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : M. Richard
Editor : Achmad Aris
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper