Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pemerintah tidak perlu Revisi APBN

Keputusan revisi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018, hanya diambil jika benar-benar diperlukan. Namun berdasarkan revisi-revisi tahun sebelumnya, APBN yang ditetapkan jauh lebih mendekati realisasi daripada APBN-P.
Petugas memeriksa uang di cash center'Plaza Mandiri, Jakarta, Senin (15/5)./Antara-Akbar Nugroho Gumay
Petugas memeriksa uang di cash center'Plaza Mandiri, Jakarta, Senin (15/5)./Antara-Akbar Nugroho Gumay

Bisnis.com, JAKARTA – Keputusan revisi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018, hanya diambil jika benar-benar diperlukan. Namun berdasarkan revisi-revisi tahun sebelumnya, APBN yang ditetapkan jauh lebih mendekati realisasi daripada APBN-P.

Plt. Kepala Pusat Kebijakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan Hidayat Amir  mengatakan, keputusan merubah APBN akan diambil, jika hal tersebut merupakan solusi terbaik.

"Tapi ini kita baru melihat sampai bulan Februari, kita lihat saja dulu," katanya dalam acara Jurnalisame Ekonomi Indef  Sabtu (3/3/2018).

Seperti diketahui, salah satu asumsi makro, yakni harga minyak membuat banyak pihak mendesak pemerintah untuk melakukan revisi APBN-nya. 

Karena harga minyak dalam APBN 2018 ditetapkan US$48 per barel, tetapi harga realisasi saat ini melesat tinggi hingga kisaran US$63 per barel.

Selain itu, tekanan juga terjadi dari sisi dolar, dimana akhir-akhir ini pelemahan nilai tukar rupiah hingga melebihi 13.700, sedangkan asumsi rupiah dalam APBN adalah 13.400.

Amir mengakui adanya tekanan yang terjadi dari sisi minyak dan nilai tukar, tetapi pihaknya bertekad untuk tidak melakukan revisi. "Cuma kalau kita punya tekad supaya tidak berubah," tuturnya.

Karena menurutnya, revisi APBN akan menyebabkan permasalahan akan menjadi lebih pelik kedepannya, dan juga akan berimbas kepada belanja kementerian lembaga yang meningkat.

"Karena biasanya jika dibuka APBN-P semua punya aspirasi, maka setiap Kementerian/Lembaga akan meminta kenaikan alokasi belanja," jelasnya.

Padahal katanya, resource yang pemerintah punya hanya sedikit, dan proses perubahan APBN akan membuat seluruh proyek pemerintah terhenti.

Selain itu, terkait dengan profit PT Pertamina yang tergerus Amir mengatakan, Pertmina cukup kuat untuk menghadapi gejolak dalam harga minyak.

"[Lagi pula], Pertamina tidak rugi, hanya berkurang profitnya sedikit," katanya.

Adapun untuk membantu keuangan dalam operasional Pertamina, pemerintah cukup dengan mempercepat pembayaran kewajibannya.

"Jadi kewajiban pemerintah yang harus dibayarkan dengan segera untuk membantu keuangan Pertamina," kata Amir.
Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listianto mengatakan, dirinya mendukung jika pemerintah percaya diri dengan ketetapan APBN 2018.

Karena menurutnya, pemerintah telah benar dalam menetapkan defisit anggaran 2,19%. "Itu akan sangat membantu pemerintah dalam menghadapi berbagai gejolak," katanya kepada Bisnis, Sabtu (3/3/2018).

Sehingga memungkinkan pemerintah untuk mempunyai cadangan dalam menghadapi berbagai gejolak, seperti kenaikan harga minyak.

Eko mengatakan, urgency revisi akan timbul jika hanya melihat gap harag minyak. "Tetapi jika anda dapat mengatur anggaran-anggaran yang digunakan secara efektif, saya masih yakin tanpa revisi APBN bisa."

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : M. Richard
Editor : Sutarno

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper