Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Aftech Minta Pemerintah Atur Batas NPL Fintech

Asosiasi Fintech Indonesia (Aftech) meminta kepada pemerintah untuk mengatur mengenai batasan non performing loan (NPL) dalam industri jasa keuangan berbasis teknologi digital ini.
Wakil Ketua Umum Asosiasi FinTech Indonesia (Aftech) Adrian Gunadi (kiri) memberikan paparan didampingi Ketua Kelompok Kerja P2P Lending Reynold Wijaya, saat konferensi pers di Jakarta, Selasa (6/3/2018)./JIBI-Dwi Prasetya
Wakil Ketua Umum Asosiasi FinTech Indonesia (Aftech) Adrian Gunadi (kiri) memberikan paparan didampingi Ketua Kelompok Kerja P2P Lending Reynold Wijaya, saat konferensi pers di Jakarta, Selasa (6/3/2018)./JIBI-Dwi Prasetya

Bisnis.com, NUSA DUA - Asosiasi Fintech Indonesia (Aftech) meminta kepada pemerintah untuk mengatur mengenai batasan non performing loan (NPL) dalam industri jasa keuangan berbasis teknologi digital ini.

Pasalnya, potensi tingginya NPL pada industri tekfin sangat besar mengingat mekanisme pendanaan jenis ini masih seumur jagung. Atas dasar itulah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dinilai perlu menyusun aturan teknis yang membatasi kewajaran NPL.

"Terkait NPL [perlu diatur lebih rinci]. Harus ditentukan rasio berapa NPL yang masih dianggap toleran," kata Wakil Ketua Umum Aftech Adrian Gunadi di sela-sela International Seminar on Fintech Policies and Regulations di Nusa Dua, Bali, Selasa (13/3/2018).

NPL dalam industri ini memang terus menanjak. Dari data OJK, NPL pada industri fintech lending mulai Desember 2017 merangkak naik ke kisaran 0,7%-0,8%. Selanjutnya, pada Januari tahun ini, angka NPL industri fintech lending melompat ke posisi 1,2%.

Berdasarkan pantauan OJK, suku bunga tertinggi yang dipatok fintech memang cukup tinggi, yakni berkisar 19%-20%. Tingginya risiko dalam bisnis transaksi ini menjadi alasan diterapkannya bunga yang cukup tinggi.

Namun menurut Wakil Ketia Dewan Komisioner OJK Nurhaida, tingginya bunga yang diterapkan bukan menjadi penyebab dari adanya gagal bayar. Kata dia, yang menjadi penyebab utama adalah ketidakmampuan membayar peminjam yang disebabkan karena faktor lain.

"Misalnya uang pinjaman itu digunakan untuk bisnis, lalu bisnisnya tidak jalan jadi gagal bayar. Bisa saja seperti itu. Makanya kami ingin ini lebih transparan sehingga bisa dilihat tingkat risikonya," jelas dia.

Dalam regulasi yang tengan disusun, OJK memang akan menekankan aspek transparansi pada tekfin peer-to-peer (P2P) lending ini. Tujuannya, agar pemberi pinjaman bisa menimbang tingkat risiko dengan melihat kemampuan dari peminjam.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Tegar Arief
Editor : Ana Noviani

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper