Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

OJK: Tahun Ini Momentum yang Tepat Untuk Lebih Agresif

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebut tahun ini merupakan momentum yang tepat bagi industri keuangan kembali melakukan ekspansi sejalan dengan rendahnya inflasi dan naiknya harga komoditas.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso (tengah) usai bertemu dengan Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Kamis (15/3)./Bisnis-Amanda Kusumawardhani
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso (tengah) usai bertemu dengan Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Kamis (15/3)./Bisnis-Amanda Kusumawardhani

Bisnis.com, JAKARTA — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebut tahun ini merupakan momentum yang tepat bagi industri keuangan kembali melakukan ekspansi sejalan dengan rendahnya inflasi dan naiknya harga komoditas.

Setelah sempat mengalami masa pemulihan dalam tiga tahun terakhir akibat anjloknya harga komoditas, Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan industri perbankan tidak perlu terlalu khawatir dengan situasi ekonomi karena risiko dari perhitungan bisnis tercatat sudah lebih rendah dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya.

“Momentum jangan sampai hilang, jangan sampai nunggu lagi. Biasanya kredit perbankan akan tumbuh setelah kuartal pertama. Ini mestinya harus segera dinilai, enggak usah menunggu lagi,” ucapnya di Istana Negara, Kamis (15/3/2018).

Pada 2018, OJK menargetkan pertumbuhan kredit di Indonesia bisa mencapai 12% sehingga angka ini diharapkan mampu berkontribusi mendukung pertumbuhan ekonomi hingga 5,4%. Wimboh meyakini target ini bisa dicapai dengan mudah oleh industri perbankan mengingat tren perbaikan ekonomi sudah terlihat.

“Dengan kondisi suku bunga yang semakin rendah, suku bunga deposito sudah turun 65 bps, dan suku bunga kredit turun 77 bps selama setahun kemarin. Tren penurunan ini kita harap masih terus berlanjut untuk merespon penurunan BI Rate yang kemarin terjadi beberapa kali,” ujarnya.

Seperti diketahui, pertumbuhan kredit tahun lalu hanya 8,24% atau meleset dari target yang ditetapkan yakni 9%-12%.

Kendati pertumbuhan kredit meleset, Wimboh mengakui rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) perbankan Indonesia pada 2017 sebesar 23,26% cukup kuat. Padahal, standar CAR di negara-negara maju biasanya berkisar 12%-15% .

“Pertumbuhan kredit 2017 yakni 8,24% memang ini lebih rendah dari rencana bisnis 2017. Kami paham beberapa bank masih dalam konsolidasi kredit macet. Kredit macet ini di antaranya harus dihapus supaya Non Performing Loan (NPL) menjadi rendah,” tambah Wimboh.

Menurutnya, NPL yang rendah di industri keuangan menjadi indikator utama pertumbuhan ekonomi Indonesia sehingga langkah restrukturasi perbankan dalam menekan kredit macet diakui sangat penting.

Pada 2017, industri perbankan sukses menekan NPL hingga ke level 2,5% dari sebelumnya yang berada di atas 3%.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper