Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Defisit Neraca Perdagangan Diyakini Tak Ganggu Pertumbuhan Ekonomi

Defisit neraca perdagangan yang terjadi selama dua bulan berturut-turut tidak akan menganggu pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini.
Ilustrasi./JIBI-Rachman
Ilustrasi./JIBI-Rachman

Bisnis.com, JAKARTA -- Defisit neraca perdagangan yang terjadi selama dua bulan berturut-turut tidak akan menganggu pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini.

Per Januari dan Februari 2018, neraca perdagangan Indonesia mengalami defisit sebesar masing-masing US$680 juta dan US$120 juta. Dengan dua kali defisit, neraca perdagangan Indonesia berada pada posisi defisit sebesar US$870.

Asisten Gubernur Kepala Departeman Kebijakan Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia Dody Budi Waluyo menegaskan defisit yang terjadi merupakan defisit yang baik karena menunjukkan kenaikan impor bahan baku dan barang modal yang akan dipakai untuk kegiatan investasi.

Kegiatan investasi inilah yang nantinya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

"Pertumbuhan 2018 tetap akan lebih tinggi dari 2017 dan relatif tidak terpengaruh oleh adanya dua kali defisit neraca perdagangan di awal 2018," tegas Dody, Jumat (16/3/2018).

Bahkan, dia meyakini jika investasi terus membaik, produksi nasional akan meningkat sehingga berdampak pula kepada ekspor dalam negeri.

Sejauh ini, Dody menilai defisit transaksi perdagangan disebabkan oleh faktor siklus ekonomi seperti menjelang hari raya keagamaan sudah bisa diprediksi lebih awal sehingga tidak masalah.

"Yang penting dijaga confidence masyarakat bahwa defisit hanya temporary dan masih dapat diatasi dengan baik," ungkap Dody.

Kuncinya, lanjutnya, adalah kembali mendorong sektor ekonomi yang berbasis ekspor.

Ekonom PT Bank Permata Tbk. Josua Pardede menuturkan laju ekspor tahun ini akan lebih rendah sebagai konsekuensi dari laju peningkatan harga komoditas yang tidak setinggi tahun lalu.

Kendati demikian, volume ekspor diperkirakan masih akan solid di tengah ekspektasi pertumbuhan global yang lebih tinggi pada 2018.

Namun, dia melihat isu struktural ekspor harus dibenahi, seperti ketergantungan ekspor Indonesia pada komoditas dasar serta makin terkonsentrasinya negara tujuan ekspor dalam beberapa tahun terakhir.

"Oleh sebab itu, pemerintah perlu mendorong hilirisasi industri dalam rangka mendorong masuknya investasi khususnya industri permesinan sehingga produk ekspor memiliki nilai tambah dan dapat berdaya saing," ungkap Josua.

Di samping itu, diversifikasi negara tujuan ekspor harus terus didorong.

Sebelumnya, Menko Perekonomian Darmin Nasution mengungkapkan defisit tidak akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi secara langsung.

"Tidak akan langsung berdampak [kepada Pertumbuhan ekonomi," tegas Darmin.

Menurutnya, defisit ini lebih disebabkan oleh lambannya kinerja ekspor dibandingkan dengan impor yang moncer.

Dia berharap ekspor dapat kembali bergairah terutama ketika adanya tren pelemahan terhadap rupiah karena kondisi ini menjadi keuntungan. Nilai ekspor Indonesia dapat meningkat ketika rupiah terdepresiasi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Hadijah Alaydrus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper