Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Stimulus Suku Bunga Masih Dibutuhkan

Di tengah fluktuasi nilai tukar rupiah, suku bunga kebijakan bank sentral yang bertahan di level 4,25% masih dibutuhkan untuk menstimulasi perekonomian dalam negeri.
Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo bersiap menyampaikan hasil Rapat Dewan Gubernur di Jakarta, Selasa (22/8). Bank Indonesia (BI) akhirnya menurunkan suku bunga acuan BI 7-Days Reverse Repo Rate ke level 4,50 persen atau turun 25 bps dibandingkan bulan sebelumnya. ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo bersiap menyampaikan hasil Rapat Dewan Gubernur di Jakarta, Selasa (22/8). Bank Indonesia (BI) akhirnya menurunkan suku bunga acuan BI 7-Days Reverse Repo Rate ke level 4,50 persen atau turun 25 bps dibandingkan bulan sebelumnya. ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay

Bisnis.com, JAKARTA -- Di tengah fluktuasi nilai tukar rupiah, suku bunga kebijakan bank sentral yang bertahan di level 4,25% masih dibutuhkan untuk menstimulasi perekonomian dalam negeri.

Ekonom Samuel Aset Manajemen, Lana Soelistianingsih mengatakan untuk sementara ini suku bunga, 7 Day Repo Rate (7-DRR), masih cukup untuk menopang pertumbuhan ekonomi, sistem keuangan serta stabilitas makro ekonomi dalam negeri.

Sekalipun Fed menaikkan suku bunga acuannya, bank sentral dalam negeri tidak perlu langsung merespons dengan kenaikan 7-DRR.

"Kita jangan terlalu reaktif. Probabilitas kenaikan Fed Fund Rate cukup besar, tetapi reaksinya harus 'menunggu' dulu karena di dalam negeri ekonominya butuh stimulus," ungkap Lana kepada Bisnis, Kamis (22/3).

Secara global, Lana melihat hanya the Fed yang baru memberikan sinyal kuat kenaikan suku bunganya. Sementara itu, bank sentral Jepang, Uni Eropa dan negara lainnya belum secara terbuka menegaskan akan menaikkan suku bunga acuannya saat ini.

Jika Bank Indonesia (BI) memutuskan menahan 7-DRR dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada 21-22 Maret 2018, maka kebijakan suku bunga tersebut relatif dapat menjaga stabilitas ekonomi Indonesia dalam 3-6 bulan ke depan.

Idealnya, lanjut Lana, ekonomi dalam negeri sebenarnya masih membutuhkan penurunan suku bunga acuan. Namun, kondisi global tidak memungkinkan bagi BI untuk kembali menurunkan suku bunga acuannya.

"Kita tidak bisa menampik ada tekanan dari luar negeri yang membuat suku bunga kita tidak bisa turun saat ini," kata Lana.

Kepala Ekonom PT Maybank Indonesia Tbk. Juniman menuturkan suku bunga acuan yang ditetapkan pada 4,25% untuk sementara masih cukup.

Pasalnya, pertumbuhan ekonomi masih dikisaran 5% dan penyerapan kredit perbankan masih belum sepenuhnya optimal.

"Kami masih yakin 4,25% masih bisa bertahan dalam 3 bulan ini ya," tegas Juniman.

Jika BI menahan suku bunganya pada Maret 2018, dia menilai BI perlu mendorong terus bauran kebijakannya. "BI harus terus menjaga stabilitas dan momentum recovery ekonomi," tegasnya.

Juniman memperkirakan BI akan menaikkan 7 DRR pada akhir kuartal kedua atau awal kuartal keempat. Langkah tersebut harus dilakukan guna meredam dampak tren kenaikan suku bunga global yang dimula dengan peningkatan FFR.

"Untuk memberikan pesan kepada pasar bahwa BI juga melakukan tightening," ujar Juniman.

Kondisi fluktuasi nilai tukar yang terjadi beberapa minggu terakhir, bukan hanya disebabkan oleh sentimen dari kenaikan FFR. Menurut Juniman, ada faktor eksternal juga yang menyebabkan rupiah melemah, yaitu defisit neraca perdagangan Indonesia.

Defisit itu diyakini akan memperlebar defisit di neraca transaksi berjalan sehingga faktor ini menekan nilai tukar rupiah terhadap dolar. Dengan demikian, BI harus berkoordinasi dengan pemerintah.

"Bukan hanya BI sendiri yang bisa menyelesaikan masalah ini karena ini juga berkaitan dengan masalah fiskal," ungkap Juniman. Selama ekspor tidak bisa tumbuh cepat, defisit transaksi berjalan akan mengancam.

Sebelumnya, BI telah menunjukkan sinyal untuk mempertahankan 7-DRR pada kisaran 4,25% di tengah risiko kenaikan Fed Fund Rate (FFR) pada FOMC meeting 22 Maret 2018 mendatang dan fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.

"Belum tentu Indonesia [juga] akan melakukan penyesuaian BI 7-DRR karena kami pasti akan melihat bagaimana kondisi ekonomi Indonesia," kata Gubernur BI Agus D.W. Martowardojo, Selasa (13/3).

Salah satu, penilaian Dewan Gubernur BI adalah kondisi inflasi dalam negeri.

Jika semua pihak bisa menjaga inflasi tetap rendah dan stabil, Agus meyakini ekonomi Indonesia akan berada dalam keadaan yang cukup baik.

Hingga saat ini, BI masih meyakini pertumbuhan ekonomi akan berada di kisaran 3,5% plus minus 1% pada 2018. "Inflasi yang rendah akan mendukung kekuatan ekonomi Indonesia," ujarnya.

Hari ini, Kamis (22/3), Rapat Dewan Gubernur BI akan mengumumkan suku bunga acuan yang berlaku mulai 23 Maret 2018.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Hadijah Alaydrus
Editor : Fajar Sidik

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper