Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Melirik Potensi Industri Kreatif Sebagai Target Penyaluran Kredit

Logo Badan Ekonomi Kreatif. / Bisnis
Logo Badan Ekonomi Kreatif. / Bisnis

Bisnis.com, JAKARTA — Sektor kreatif perlahan-lahan mulai dilirik oleh industri perbankan. Industri ini digadang-gadang menjadi penopang utama ekonomi Indonesia jika kelak komoditas sudah tak bisa diandalkan.

Hingga akhir tahun lalu, Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) mengklaim bahwa kontribusi industri kreatif terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia sudah menembus angka Rp1.000 triliun. Di masa mendatang, peluang pengembangan sektor ini diyakini akan semakin terbuka.

Deputi Akses Permodalan Bekraf Fadjar Hutomo mengatakan, dalam perhitungan di atas kertas, sektor ekonomi kreatif tidak akan ada surutnya, selama orang-orang yang bergelut di dalamnya terus mau mengeksplorasi karya baru. Akan tetapi, seberapa pun kreatif para pelaku di industri ini, karya yang dihasilkan akan sulit menciptakan peluang ekonomi yang lebih luas apabila tidak didukung oleh sumber dana ataupun permodalan yang memadai.

Fadjar menyebut, hingga saat ini pelaku industri kreatif punya kendala besar dari sisi permodalan. Sebagai industri yang mengandalkan kreatifitas, sulit bagi pelakunya untuk memperoleh pinjaman dana dari bank. Sebab, bank masih menjadikan collateral alias agunan sebagai syarat suatu usaha layak diberi kredit.

Fadjar menilai, jika hal ini tak segera dicarikan solusi, maka industri kreatif akan sulit berkembang. Pasalnya, mereka yang memilih jalan ini, terutama para pemula, pada umumnya tidak memiliki aset seperti tanah atau bangunan yang bisa dijadikan jaminan kepada bank. Satu-satunya  hal berharga yang mereka miliki justru adalah ide alias kekayaan intelektual.

"Hanya ada 22% usaha kecil dan menengah sektor kreatif yang punya aset tanah dan bangunan," katanya, belum lama ini.

Tapi bukan berarti jalan keluar untuk kendala tersebut buntu sama sekali. Ada titik terang dari sisi regulasi. Dalam Undang-Undang Hak Cipta Merk dan Paten disebutkan bahwa kekayaan intelektual bisa dijadikan jaminan dengan perikatan fidusia. 

Atas landasan itulah Bekraf berupaya menemukan formula agar bank bersedia menjadikan kekayaan intelektual sebagai jaminan atas suatu usaha kreatif. Mereka gencar melakukan focus group discussion dengan sejumlah bank dan regulator agar rumusnya segera ketemu.

Perbankan sejatinya tertarik memberikan pembiayaan. Sebab mereka sadar ada potensi besar di industri kreatif. Namun, di sisi lain, mereka juga harus patuh terhadap regulasi dan menjunjung tinggi asas kehati-hatian. 

Direktur Community Financial Services PT Bank Maybank Indonesia Tbk. Jenny Wiriyanto mengatakan, pihaknya sedang mengkaji kemungkinan menyalurkan kredit ke pelaku usaha sektor kreatif, sekalipun butuh waktu karena pendekatan yang dibutuhkan berbeda.

Maybank Indonesia adalah bank swasta pertama yang menjalin kerja sama dengan Bekraf dalam hal penyaluran kredit. "Kami sedang mengkaji. Kami lihat behaviour dan transaksinya. Tapi tidak menutup kemungkinan ke arah sana," katanya pekan lalu.

Sebagai langkah awal, Bekraf dan Maybank menjalin kerja sama dalam hal akses permodalan kepada pelaku usaha kreatif melalui metode konvensional maupun syariah. Bekraf bertindak sebagai fasilitator bagi usaha-usaha kreatif yang masuk kriteria bank untum mendapatkan pinjaman. 

Direktur PT Bank BNI Syariah Dhias Widhiyati mengatakan, sampai saat ini HKI belum dapat dimasukkan sebagai salah satu bentuk agunan karena masalah valuasi.

"Untuk intellectual property kami memang belum memasukkan hal tersebut sebagai salah satu bentuk collateral karena masih ada tantangan dalam valuasinya," terangnya.

LEMBAGA VALUASI

Nilai atau valuasi suatu produk kreatif yang belum jelas definisinya merupakan tantangan berat bagi bank. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu lembaga khusus yang bisa memberikan nilai terhadap produk kreatif.

Fadjar menjelaskan, di Indonesia sudah ada  beberapa valuator, tetapi jumlahnya jauh dari memadai. Bekraf tengah mengupayakan agar ada lembaga valuator kekayaan intelektual, sehingga harga sebuah usaha berbasis kreatifitas bisa ditaksir dan layak mendapat pinjaman dari bank. Selain itu, lembaga penjaminan seperti Perum Jamkrindo juga bisa dilibatkan dalam hal ini. 

Industri kreatif juga diuntungkan di era digital. Sebab, mereka bisa membangun kredibilitas digitalnya. "Contohnya kalau mereka bertransaksi di e-commerce, kredibilitasnya terekam disitu. Itu bisa dipakai UKM untuk dapat produk perbankan," kata Fadjar.

Contoh terbaru ialah kolaborasi antara PT Gojek Indonesia dan PT Bank Negara Indonesia Tbk. Gojek, melalui unit usahanya Go-Pay, bekerja sama dengan BNI dalam menyalurkan Kredit Usaha Rakyat (KUR) bagi pengusaha kuliner yang tergabung dalam Go-Food. Data transaksi Go-Pay yang terekam dijadikan BNI sebagai acuan pelaku UMKM mana yang bisa mendapatkan kredit.

Kerjasama ini juga diharapkan bisa mendukung  target realisasi penyaluran KUR ke sektor produktif. Penyaluran KUR minimal harus mencapai 50% dari target yang diberikan oleh pemerintah kepada BNI sebesar Rp13,5 triliun. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Abdul Rahman
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper