Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

APBN 2019: Desain Defisit Kurang dari 2% dari PDB, Mampukah?

Pemerintah bakal mendesain anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) 2019 pada defisit kurang 2% dari produk domestik bruto (PDB) yang diproyeksi meningkat di atas Rp16.000 triliun.
Menteri Keuangan Sri Mulyani memberikan kuliah umum bertema Digital Disruption : Peluang dan Tantangan Membangun Pondasi Ekonomi Indonesia 2045, di Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Jawa Tengah, Senin (9/4)./ANTARA-R. Rekotomo
Menteri Keuangan Sri Mulyani memberikan kuliah umum bertema Digital Disruption : Peluang dan Tantangan Membangun Pondasi Ekonomi Indonesia 2045, di Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Jawa Tengah, Senin (9/4)./ANTARA-R. Rekotomo

Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah bakal mendesain anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) 2019 pada defisit kurang 2% dari produk domestik bruto (PDB) yang diproyeksi meningkat di atas Rp16.000 triliun.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan desain APBN 2019 memperlihatkan stimulus terhadap perekonomian, tetapi tidak menciptakan beban yang terlalu besar sehingga menimbulkan pengaruh terhadap persepsi dan kredibilitas anggaran pendapatan dan belanja negara.

Kemenkeu menargetkan total penerimaan negara pada 2019 meningkat 7,6%-13%. Sementara itu, untuk belanja negara, khususnya pemerintah pusat akan naik 7,3%, sementara belanja daerah termasuk transfer dan dana desa akan mengalami kenaikan 8,3%.

“Itu masih dalam hitungan pagu indikatif,” tuturnya seusai mengikuti Sidang Kabinet Paripurna tentang Ketersediaan Anggaran dan Pagu Indikatif Tahun 2018 serta Prioritas Nasional Tahun 2019, di Istana Negara, Senin (9/4/2018).

Dalam penyusunan pagu indikatif dan prioritas 2019, pemerintah akan lebih dulu melihat evaluasi APBN 2018, sehingga program untuk masyarakat dapat dirasakan.

Sri Mulyani mengatakan, sesuai dengan arahan Presiden untuk mengalihkan fokus pembangunan infrastruktur ke sumber daya manusia, sehingga program sosial seperti Program Keluarga Harapan, dan program yang membantu rakyat miskin harus ditingkatkan akselerasi dan eksekusinya.

Untuk tahun ini, pemerintah akan melihat ulang asumsi makro 2018 karena ada perubahan, seperti harga minyak, nilai tukar rupiah, hingga produksi minyak. 

Sri Mulyani mengatakan hal tersebut wajib dilakukan untuk menkalkulasi dampak terhadap APBN, sehingga tidak akan memengaruhi pelasanaan APBN itu sendiri.

“Dan nanti ada perubahan dari pendapatan negara, belanja dari sisi subsidi yang harus kita alokasikan untuk memastikan daya beli masyarakat, menciptakan stabilitas harga, terutama energi dan pangan,” tambahnya.

Jika pada asumsi makro 2018 Indonesia Crude Price (ICP) diperkirakan rata-rata mencapai USD48,0 per barrel, Sri Mulyani mengaku tetap melihat perkembangan harga minyak tersebut. Dia memproyeksi aka nada kenaikan ICP di atas US$58—US$64/barrel.

Hanya saja, Menkeu mengaku nilainya akan ditingkatkan sesuai realisasi yang terjadi pada tahun ini. Presiden sendiri masih memiliki waktu setidaknya empat bulan hingga nota keuangan disampaikan pada 16 Agustus mendatang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper