Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

LAPORAN DARI WASHINGTON Beban Utang Dunia Capai Rekor Tertinggi

Beban utang dunia mencapai rekor tertinggi senilai US$164 triliun, atau membengkak 225% dibandingkan dengan nilai pada 2016.
Dana Moneter Internasional memaparkan World Economic Outlook 2018, dipandu oleh Asisten Khusus Direktur Departemen Komunikasi IMF Olga Stankova menghadirkan Penasehat Ekonomi dan Direktur Departemen Penelitian IMF Maurice Obstfeld (kedua dari kanan), Wakil Direktur Departemen Riset IMF Gian Maria Milesi-Ferretti (kedua dari kiri) dan Wakil Kepala Divisi Bidang Studi Ekonomi Dunia Departemen Riset IMF Malhar Nabar (kiri), Selasa (17/4/18)/Bisnis - David Eka Issetiabudi
Dana Moneter Internasional memaparkan World Economic Outlook 2018, dipandu oleh Asisten Khusus Direktur Departemen Komunikasi IMF Olga Stankova menghadirkan Penasehat Ekonomi dan Direktur Departemen Penelitian IMF Maurice Obstfeld (kedua dari kanan), Wakil Direktur Departemen Riset IMF Gian Maria Milesi-Ferretti (kedua dari kiri) dan Wakil Kepala Divisi Bidang Studi Ekonomi Dunia Departemen Riset IMF Malhar Nabar (kiri), Selasa (17/4/18)/Bisnis - David Eka Issetiabudi

Bisnis.com, WASHINGTON—Beban utang dunia mencapai rekor tertinggi senilai US$164 triliun, atau membengkak 225% dibandingkan dengan nilai pada 2016.

Dana Moneter Internasional (IMF) menyarankan negara-negara untuk menghindari kebijakan fiskal pro-cyclical yang memperburuk fluktuasi ekonomi dan meningkatkan utang publik. Dalam laporan Fiscal Monitor 2018, dunia saat ini memiliki beban utang 12% lebih dalam dibandingkan titik tertinggi pada 2009, dengan China sebagai pendorong utama.

The Fund menyebutkan beban utang yang terjadi di emerging market hampir mencapai 50% dari GDP, atau jika dikaitkan dengan masa sebelumnya, kondisi ini disebut masa krisis.

Sebaliknya, untuk negara berkembang berpenghasilan rendah, rata-rata utang terhadap PDB mencapai 44%. Director Fiscal Affairs Departement IMF Vitor Gaspar mengatakan China sendiri berkontribusi 43% terhadap peningkatan tersebut sejak 2007.

Sebaliknya, kontribusi dari negara-negara berkembang berpenghasilan rendah nyaris tidak terlihat. “Rasio utang dibandingkan dengan GDP di atas 105% rata-rata datang dari negara maju. Kondisi ini, tidak pernah terlihat sejak Perang Dunia II,” tuturnya, dalam paparan Fiscal Monitor, Rabu (18/4/18).

Kendati demikian, The Fund memperkirakan bahwa rasio utang global terhadap PDB akan turun dalam lima tahun mendatang di sekitar dua per tiga negara. Akan tetapi, menurutnya, itu tergantung pada negara menyampaikan rencana kebijakan fiskalnya.

Walaupun kemungkinan itu terjadi, Vitor menekankan tidak ada ruang untuk berpuas diri. Pada periode 2018 - 2023, rasio utang negara berkembang berpenghasilan rendah menurun dalam 60% negara-negara, dan sekitar dua pertiga di negara berkembang. Sementara itu, ekomoni tingkat lanjut, rasio utang akan menurun di hampir semua negara.

“Tetapi satu negara [akan] menonjol sebagai pengecualian,” ujarnya tanpa menjelaskan negara mana yang dimaksud.

Di sisi lain, rasio utang terhadap pendapatan negara meningkat pesat, khususnya di negara-negara dengan tingkat inflasi yang tinggi. Beban bunga juga meningkat dua kali lipat dalam 10 tahun terakhir menjadi 20% dari pendapatan pajak. Biaya utang tersebut, mencermintkan sebagain ketergantungan global pada instrumen keungan pasar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper