Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Surplus Neraca Dagang Diproyeksi Berlangsung Hingga Akhir Tahun

Ekonom menilai surplus neraca perdagangan akan terus belanjut hingga akhir 2018.
Aktivitas di area pertambangan batu bara PT Adaro Indonesia, di Kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan, Selasa (17/10/2017)./JIBI-Nurul Hidayat
Aktivitas di area pertambangan batu bara PT Adaro Indonesia, di Kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan, Selasa (17/10/2017)./JIBI-Nurul Hidayat

Bisnis.com, JAKARTA — Ekonom menilai surplus neraca perdagangan akan terus belanjut hingga akhir 2018.

Pada Maret 2018, neraca perdagangan tercatat surplus sebesar US$1,09 miliar dan turut membawa posisi neraca perdagangan pada kuartal I/2018 surplus US$280 juta.

 

Kepala Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Tony Prasetiantono mengatakan harga komoditas yang masih tinggi diproyeksi masih akan bertahan hingga akhir tahun. Apalagi, hal ini dipicu oleh kenaikan harga minyak yang menjadi US$70 per barel.

"Saya duga surplus ekspor masih akan awet, bisa jadi hingga akhir tahun. Dipicu oleh kenaikan harga minyak menjadi US$70 per barel," ujarnya, Minggu (22/4/2018).

Secara terpisah, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menuturkan kenaikan harga komoditas mestinya tidak akan terlalu lama karena dunia sedang saling menekan soal isu perdagangan. 

Namun, saat ini Pemerintah Indonesia mendorong investasi melalui kemudahan perizinan Online Single Submission (OSS), insentif investasi, dan lainnya. Hal itu dilakukan untuk mendorong basis ekspor agar perlahan berubah.

"Komoditas memang penting, tapi kedepannya kami ingin yang bukan komoditas atau yang lebih ke industri itu yang maju karena itu yang lebih sustainable," terangnya.

Darmin pun menyebut ke depan akan susah menyebut proyeksi kinerja ekspor pada periode bulanan, sebab baginya hal ini hanya mudah diprediksi berdasarkan musim.

Di sisi lain, dia optimistis inflasi masih akan pada kisaran 3,5% hingga akhir 2018. Pasalnya, inflasi tidak hanya disebabkan oleh volatile food tapi juga dipengaruhi administered price dan core inflation.

"Core itu bisa dari dalam dan luar negeri, tapi itu karena kurs. Kurs sekarang sempat tidak bergejolak. Walaupun sempat naik sedikit, mestinya bisa masuk dalam perhitungan inflasi sampai sekarang," sebut Darmin.

Lebih lanjut dia menilai saat ini pasar masih menunggu dan memantau situasi global, termasuk mengenai ancaman perang dagang dan perang di Suriah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Annisa Margrit
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper