Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

DAMPAK DEPRESIASI RUPIAH: Lebih banyak yang Dirugikan Ketimbang yang Diuntungkan

Bisnis.com, JAKARTA Pelaku usaha menilai meski pelemahan rupiah akan menguntungkan kegiatan ekspor, tetapi akan lebih banyak menimbulkan dampak buruk bagi banyak pihak.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi B. Sukamdani menjawab pertanyaan wartawan seusai pengumuman hasil Sidang Pleno Musyawarah Nasional Apindo X di Jakarta, Rabu (25/4/2018)./JIBI-Felix Jody Kinarwan
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi B. Sukamdani menjawab pertanyaan wartawan seusai pengumuman hasil Sidang Pleno Musyawarah Nasional Apindo X di Jakarta, Rabu (25/4/2018)./JIBI-Felix Jody Kinarwan

Bisnis.com, JAKARTA — Pelaku usaha menilai meski pelemahan rupiah akan menguntungkan kegiatan ekspor, tetapi akan lebih banyak menimbulkan dampak buruk bagi banyak pihak.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi B. Sukamdani mengatakan, secara umum pelemahan rupiah akan menguntungkan secara ekspor tetapi secara komposisi stabilitas nilai mata uang tetap yang terpenting.

Menurutnya, dalam perjalanan perekonomian naik turun rupiah sangat wajar terjadi tetapi yang paling penting adalah tata kelola yang tidak setengah hati.

"Kenaikan rupiah menguntungkan ekspor tetapi lebih banyak merugikan berbagai pihak. Memang wajar dulu pernah sampai Rp18.000, pernah juga ke Rp8.000," katanya, Rabu (25/4/2018).

Hariyadi menilai langkah utama yang harus dilakukan pemerintah adalah membuat kebijakan yang maksimal. Di sisi lain, pengusaha juga harus kompak dalam menimbulkan nilai tambah untuk meningkatkan kinerja industri.

Dirinya mencontohkan seperti pada CPO Fund yang diurus PT Pertamina, tetapi Pertamina sendiri yang setengah hati. Padahal, kalau ada CPO Fund untuk biodiesel nanti harga bisa naik.

Sementara itu, Hariyadi menegaskan pemerintah juga tidak boleh lagi mengacak-acak kebijakan yang mengganggu daya saing. Pemerintah harus serius mendukung industri yang berbasis ekspor.

Hariyadi kembali mencontohkan seperti dalam kebijakan garam industri kemarin. Menteri Susi sangat tidak mau terbuka. Padahal salah satu kasus ada pabrik mi instan yang membutuhkan garam dengan nilai sekitar Rp2 dari harga jualnya Rp2.000.

"Si Rp2 ini bisa gagalkan yang Rp2.000 tadi. Kalau ambil dari garam rakyat kan kelembabannya tinggi nanti bumbunya beku terus tidak laku jual. Sementara kita tidak melihat keseriusan pemerintah bangun industri garam, kebijakan seperti ini yang tidak menimbulkan daya saing," katanya.

Dengan demikian, dirinya menilai kebijakan yang menimbulkan daya saing tetapi tidak tepat skema pada akhirnya hanya akan kehilangan momentum.

Sementara itu, Hariyadi menilai dalam waktu saat ini gejolak memang wajar sebab ini sudah memasuki bulan pembayaran dividen, utang, juga mulai penimbunan untuk cadangan barang lebaran. Jadi, memang sudah terjadi maraton.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Achmad Aris
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper