Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

PB IDI Dorong Perbaikan JKN

Sejak diluncurkan pada 1 Januari 2014 lalu, program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dirancang untuk memberikan kepastian jaminan kesehatan yang menyeluruh bagi seluruh masyarakat Indonesia agar dapat hidup sehat, produktif, dan sejahtera.
Logo Ikatan Dokter Indonesia (IDI)/Istimewa
Logo Ikatan Dokter Indonesia (IDI)/Istimewa

Bisnis,com, JAKARTA—Menjelang Universal Health Coverage (UHC) 2019, Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) menyelenggarakan acara debat publik JKN di Gedung Stovia Jakarta, dalam rangka memperingati Hari Kesehatan Sedunia yang tahun ini fokus kepada Jaminan Kesehatan Semesta (Universal Health Coverage).

Acara debat publik ini merupakan salah satu bentuk komitmen PB IDI untuk menyukseskan Jaminan Kesehatan Nasion (JKN) yang dikelola oleh Badan Pengelola Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS-K), sebagai bentuk dukungan terhadap perbaikan sistem kesehatan untuk memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu berdasarkan standar pelayanan kedokteran dan berorientasi kepada keselamatan pasien.

“Melalui debat publik ini, PB IDI membangkitkan kesadaran publik akan permasalahan JKN dan mengoptimalkan dukungan publik dalam perbaikan JKN serta memberikan masukan konstruktif guna meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan, karena keberhasilan JKN adalah tanggung jawab bersama dan semua pihak hendaknya turut mensukseskan Universal Health Coverage yang pro Rakyat,” ujar Ketua Umum PB IDI, Ilham Oetama Marsis melalui keterangan resmi, Sabtu (28/4/2018).

Pada realisasinya, memasuki tahun kelima pelaksanaan sistem JKN telah menuai berbagai masalah yang semakin kompleks sehingga perlu perbaikan sistem JKN agar dapat tetap berjalan dengan baik dan bermanfaat untuk rakyat Indonesia secara optimal.

Isu defisit dana JKN yang terjadi setiap tahun diyakini terjadi karena faktor hulu penetapan nilai fundamental premi yang tidak sesuai (miss match) dengan nilai keekonomian. Hal tersebut berdampak pada penentuan tarif kapitasi dan INA-CBG’s sebagai sistem tarif paket berbasis risiko pada pelayanan kesehatan juga menjadi lebih rendah dari nilai keekonomian biaya pelayanan kesehatan yang seharusnya, sehingga berdampak pada menurunnya kualitas pelayanan kesehatan yang diberikan ke peserta.

Selain itu, masih ada permasalahan distribusi peserta di FKTP (Fasilitas Kesehatan Tingkat Primer) tidak merata dan belum menerapkan sistem keadilan sehingga pemerataan kesehatan akan sulit tercapai dan upaya promotif dan preventif tidak dapat berjalan maksimal. Terlebih, pelaksanaan program JKN tidak didukung oleh ketersediaan jumlah obat dan alkes dalam jumlah yang cukup dan sering terjadi kekosongan obat.

Melalui debat publik ini, PB IDI menghimbau terkait perbaikan JKN dalam menghadapi Universal Health Coverage. Pertama, Setiap dokter di Indonesia harus memegang teguh nilai-nilai kemanusiaan dan keselamatan pasien yang utama dalam menjalankan tugas dan berkomitmen untuk melaksanakan Good Clinical and Corporate Governance bersama-sama fasilitas kesehatan.

Kedua, mengutamakan peran puskesmas sebagai garda terdepan usaha promotif dan preventif. Saat ini Puskesmas tulang punggung dari promotif dan preventif terbebani dalam pelayanan kuratif. Ketiga, Dukungan negara terhadap peningkatan sarana dan prasarana kesehatan, sumber daya tenaga medis dan tenaga kesehatan dan obat obatan baik di fasilitas kesehatan pemerintah maupun swasta.

Keempat, peninjauan kembali anggaran JKN agar dapat memenuhi manfaat JKN kepada peserta. Apabila pemerintah tidak sanggup memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan sesuai dengan standar, maka perlu dipertimbangkan penyesuaian manfaat bagi peserta agar tidak terjadi penurunan kualitas pelayanan kesehatan yang dapat mengancam kelangsungan hidup generasi mendatang.

Kelima, perbaikan menyeluruh tarif INA-CBG’s yang berbasis TD-ABC Integrate Care Pathway dan sesuai dengan sesuai standart pelayanan kedokteran. Keenam, perbaikan Sistem Perundang Undangan dan peraturan di bawahnya, pemerintah perlu meninjau ulang peraturan peraturan yang menghambat pelaksanaan JKN. Yang utama adalah PERMENKES No 56 tahun 2016 pasal 14 ayat (1) tentang pengelompokan tarif sesuai kelas RS (Rumah Sakit). Hal ini menghambat penyebaran dokter ke RS Tipe C dan D, padahal RS Tipe C dan D adalah yang terbanyak di Indonesia dan bertentangan dengan prinsip keadilan.

Selain itu, PB IDI juga mendorong perbaikan dari sisi transparasi Pengelolaan JKN, perbedaan biaya kesehatan paket INA-CBG’s di fasilitas pemerintah dengan fasilitas swasta, serta memperkuat program JKN dengan membayar fasilitas kesehatan dengan harga yang layak sesuai dengan hitungan aktuaria yang tepat yang dihitung dari lembaga independen.

Sejak diluncurkan pada 1 Januari 2014 lalu, program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dirancang untuk memberikan kepastian jaminan kesehatan yang menyeluruh bagi seluruh masyarakat Indonesia agar dapat hidup sehat, produktif, dan sejahtera.

Namun keberhasilan JKN perlu dukungan serta komitmen Pemerintah, dan Negara harus hadir dalam menjamin Kesehatan rakyatnya sesuai dengan amanah UUD 1945, UU Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) serta UU Kesehatan No. 36 Tahun 2009 sehingga tujuan JKN dapat berlangsung secara sinergis, berhasil guna dan berdaya guna , sehingga dapat mewujudkan derajat kesehatan setinggi-tingginya bagi masyarakat luas.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper