Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pemerintah Diminta Kerja Cepat Dorong Kinerja Kredit Berorientasi Ekspor

Bisnis.com, YOGYAKARTA Bank Indonesia meminta pemerintah mempercepat implementasi seluruh kebijakan yang akan mendorong kredit berorientasi ekspor.
Mitsubishi Xpander memasuki kapal yang siap mengangkutnya ke pasar Filipina, Rabu (25/4/2018). /Bisnis.com
Mitsubishi Xpander memasuki kapal yang siap mengangkutnya ke pasar Filipina, Rabu (25/4/2018). /Bisnis.com

Bisnis.com, YOGYAKARTA — Bank Indonesia meminta pemerintah mempercepat implementasi seluruh kebijakan yang akan mendorong kredit berorientasi ekspor.

Hal ini mengingat tekanan global yang terus berlanjut dan sumber-sumber valuta asing belum sepenuhnya didapat dengan maksimal.

Deputi Gubernur Senior Mirza Adityaswara mengatakan, saat ini kondisi Amerika Serikat (AS) sedang bergerak menuju suku bunga acuan yang normal. Secara normal dalam artian di atas dari posisi inflasi AS yakni 2%.

"Sehingga normalnya suku bunga acuan AS berada di kisaran 2+1 yakni 3% dari yang saat ini dikisaran 1,5%," katanya ketika membuka Seminar Pengembangan dan Pembiayaan Industri Padat Karya Berorientasi Ekspor di Yogyakarta, Senin (7/3/2018).

Mirza mengemukakan, langkah AS tersebut tentu akan membuat negara emerging market termasuk Indonesia melakukan sikap waspada karena harus turut menyesuaikan. Adapun saat ini Indonesia masih memiliki komponen impor yang dibayarkan menggunakan valuta asing.

Belum lagi, dalam hal pembiayaan kredit perbankan hanya mengambil 35%, lalu asuransi, dana pensiun, reksadana dan lainnya 50%. Sisanya, pemerintah harus menarik utang dana luar negeri dari berbagai instrumen seperti portofolio.

"Sekarang konsekwensinya dari permintaan valas ke luar negeri maka penerimaan valas juga harus tinggi," ujarnya.

Adapun penerimaan valas tersebut akan digunakan untuk membiayai utang yang komponennya bersumber dari ekspor, pariwisata, dan TKI.

Untuk itu, Mirza menegaskan, Indonesia harus bekerja lebih keras. Sebab dari sisi utang, meski Indonesia tercatat sama dengan Thailand atau 35% dari PDB. Bedanya, kegiatan penerimaan valas Thailand sudah tinggi seperti dari ekspor pariwisata kunjungan wisman mencapai 35 juta jauh dari Indonesia yang masih 13 juta.

Sementara itu, dari kinerja 2017, nilai ekspor Indonesia hanya mencatatkan US$145 miliar. Padahal Thailand mampu mencetak ekspor US$231 miliar, Malaysia dan Vietnam juga mencatat ekspor masing-masing US$184 miliar dan US$160 miliar.

"Jadi harusnya bukan utang Indonesia yang dipermasalahkan tetapi penerimaan kredit berbasis ekspor yang harus ditingkatkan," kata Mirza.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Achmad Aris

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper