Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kendala Prosedur Jadi Problema Dana Desa

Kendati pencairan dana desa sudah digulirkan sejak awal tahun, efeknya terhadap pertumbuhan ekonomi kuartal I/2018 dinilai belum signifikan, terutama dalam mendorong konsumsi masyarakat perdesaan.
Dana desa/Ilustrasi
Dana desa/Ilustrasi

Bisnis.com, JAKARTA--Kendati pencairan dana desa sudah digulirkan sejak awal tahun, efeknya terhadap pertumbuhan ekonomi kuartal I/2018 dinilai belum signifikan, terutama dalam mendorong konsumsi masyarakat perdesaan.

Ekonom Indef Bhima Yudhistira menuturkan dana desa belum efektif mendorong laju pertumbuhan dan konsumsi kemungkinan besar disebabkan oleh masih terkendalanya prosedur sehingga pencairan dana desa masih lambat.

"Selain itu, bisa juga karena pendampingan desa dan pemerintah daerah belum optimal sehingga ada problem administrasi secara mikro, penyusunan kegiatan proposal dan lain sebagainya," papar Bhima, Minggu (10/5).

Dengan demikian, prosedural penyampaian dokumen dari tingkat desa ke pemerintah pusat belum sepenuhnya berbeda dengan tahun sebelumnya.

Dia mengatakan bagi desa yang masih lamban, pendampingan khusus diperlukan. Jika pendampingan sudah diberikan dan tidak ada perubahan, maka harus ada efek jera. Sanksinya, kata Bhima, dapat berupa pemotongan alokasi dana desa. "Reward dan punishment-nya sekarang belum berjalan," ujar Bhima.

Selanjutnya, dia menyarankan agar Kemendes PDTT mengecek apakah adanya ketidaksesuaian antara kebutuhan dan ketersediaan tenaga ahli pendamping desa di lapangan.

"Bisa jadi di sana problemanya. Oleh sebab itu pendamping desa juga harus dievaluasi," tegasnya. Seperti diketahui, Program Keluarga Harapan (PKH) dan dana desa sengaja didesain pemerintah agar masyarakat bisa langsung menikmati sehingga daya belinya bisa meningkat.

Sementara itu, Ekonom CORE Indonesia M.Faisal melihat wajar jika dana desa tidak memberikan pengaruh yang besar kepada konsumsi. Pasalnya, program ini hanya membantu 40% masyarakat golongan pendapatan terendah, terutama masyarakat perdesaan.

"Konsumsi 40% masyarakat terbawah ini terhadap total konsumsi rumah tangga nasional hanya 17%," kata Faisal.

Menurutnya, pelemahan pada konsumsi ini disebabkan oleh kelompok menegah atas yang saat ini menahan belanjanya dan cenderung meningkatkan simpanannya di bank sehingga tingkat konsumsi secara agregat masih tertahan di bawah 5%.

Dalam laporan BPS, konsumsi rumah tangga pada kuartal I/2018 masih berada di bawah 5%, atau tepatnya di level 4,95%. Padahal, konsumsi rumah tangga memiliki andil terhadap PDB sebesar 56,80%. Pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada kuartal I/2018 tumbuh tipis, dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu sebesar 4,94%.

Di sisi lain, Kemendes PDTT mengklaim dalam tiga tahun dengan penerapan dana desa, Indonesia berhasil mengurangi angka stunting dari 37% menjadi 27% berdasarkan data Kementerian Kesehatan, angka kemiskinan di perdesaan berkurang dari 27 juta orang menjadi 17 juta orang, dan angka pengangguran di desa sekarang hanya 3,37%, lebih kecil dibandingkan angka pengangguran di kota sebesar 6,2%.

Menteri Kemendes PDTT Eko Putro Sandjojo menegaskan 30% dari pengerjaan proyek dana desa harus dialokasikan untuk upah pekerja. Program tersebut, lanjutnya, akan meningkatkan daya beli masyarakat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Hadijah Alaydrus

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper