Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pemasaran Asuransi Terorisme Stagnan dalam 2 Tahun Terakhir

Pemasaran asuransi terorisme dan sabotase dinilai stagnan dalam dua tahun terakhir.
Sejumlah sepeda motor terbakar sesaat setelah terjadi ledakan di Gereja Pantekosta Pusat Surabaya (GPPS), Surabaya, Jawa Timur, Minggu (13/5). Ledakan terjadi di tiga lokasi di Surabaya, yakni di Gereja Kristen Indonesia (GKI), Gereja Pantekosta Pusat Surabaya (GPPS), dan Gereja Katolik Santa Maria Tak Bercela, pada waktu yang hampir bersamaan./ANTARA-HUMAS PEMKOT-Andy Pinaria
Sejumlah sepeda motor terbakar sesaat setelah terjadi ledakan di Gereja Pantekosta Pusat Surabaya (GPPS), Surabaya, Jawa Timur, Minggu (13/5). Ledakan terjadi di tiga lokasi di Surabaya, yakni di Gereja Kristen Indonesia (GKI), Gereja Pantekosta Pusat Surabaya (GPPS), dan Gereja Katolik Santa Maria Tak Bercela, pada waktu yang hampir bersamaan./ANTARA-HUMAS PEMKOT-Andy Pinaria

Bisnis.com, JAKARTA - Pemasaran asuransi terorisme dan sabotase dinilai stagnan  dalam 2 tahun terakhir.

Rismauli Silaban, Chief Underwriting Officer PT Asuransi Adira Dinamika (Adira Insurance), mengatakan pemasaran produk tersebut melalui pihaknya masih terbilang masih sangat kecil. Bahkan, jelasnya, pemasaran produk itu tidak mengalami peningkatan dalam dua tahun terakhir.

"Permintaan produk terorisme dan sabotase dalam 2 tahun terakhir tidak mengalami pertumbuhan," ungkapnya kepada Bisnis, Senin (14/5/2018) malam.

Menurutnya, sejumlah kalangan memang belum merasa membutuhkan produk tersebut. Sebagian lainnya, kata Rismauli, terkendala dengan biaya sehingga belum memanfaatkan proteksi dari produk itu.

Namun, dia mengakui ada potensi bahwa pemasaran produk itu juga dihadapkan pada minimnya pengetahuan masyarakat tentang hadirnya jenis proteksi tersebut.

"Mungkin ada juga yang kurang tahu bahwa ada asuransi untuk terorisme dan sabotase," ungkapnya.

Terpisah, Ketua Dewan Pengurus Konsorsium Pengembangan Industri Asuransi Indonesia Terorisme-Sabotase atau KPIAI-TS Robby Loho mengatakan realisasi premi dari produk itu secara umum terus mengalami penurunan.

Pada tahun lalu, jelasnya, konsorsium hanya meraup premi sekitar Rp6 miliar.

“2017, realisasi premi konsorsium, turun sedikit, paling 10%,” ungkapnya kepad Bisnis, Minggu (13/5/2018).

Kendati begitu, Roby menjelaskan rasio klaim produk ini pun nihil. Kondisi ini, jelasnya, juga menyebabkan pemasaran produk ini mengalami penurunan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper