Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ini 'Resep' Agus Martowardojo Hadapi Pelemahan Rupiah

Di tengah pergerakan rupiah yang jauh dari level fundamental saat ini, bank sentral membeberkan resep agar nilai tukar rupiah lebih kuat ke depannya.
Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo./Bloomberg-Dimas Ardian
Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo./Bloomberg-Dimas Ardian

Bisnis.com, JAKARTA--Di tengah pergerakan rupiah yang jauh dari level fundamental saat ini, bank sentral membeberkan resep agar nilai tukar rupiah lebih kuat ke depannya.

Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus D.W. Martowardojo menuturkan nilai tukar bisa perkasa selama inflasi bisa rendah dan stabil. Selama tiga tahun terakhir, inflasi tercatat dalam level yang rendah dan terjaga. Inflasi 2015 tercatat sebesar 3,35%, sementara pada 2016 sebesar 3,02% dan pada 2017 sebesar 3,61%.

"Indonesia kalau dibandingkan dengan negara lain yang inflasinya rendah daripada kita, mungkin rupiah kita terhadap currency negara itu tidak akan menguat sehingga inflasi sudah betul kita harus kontrol," tegas Agus, Selasa (22/5).

Selanjutnya, nilai tukar bisa tahan banting jika transaksi berjalan Indonesia surplus. Caranya, ekspor Indonesia lebih tinggi dibandingkan impor. Ketika impor lebih tinggi, maka permintaan dolar AS akan lebih banyak dibandingkan dengan suplai dolar.

"Intinya transaksi berjalan tidak boleh defisit," kata Agus. Namun, dia mengungkapkan nilai tukar masih bisa menguat ketika transaksi berjalan defisit, selama masih ada arus investasi asing langsung dan investasi portofolio ke pasar dalam negeri.

Agus mengingatkan hal ini tidak boleh mengingkari fakta bahwa transaksi berjalan tetap harus surplus. Dia mengungkapkan menjaga agar tidak ada arus modal keluar, sentimen sekecil apapun harus dijaga. Bahkan, isu bom dan terorisme jika 'dipelintir' dapat menimbulkan sentimen yang memicu arus modal keluar.

Menurut Agus, pelemahan rupiah hingga ke level Rp14.000 tidak bisa dihindari selama transaksi berjalan Indonesia defisit. Sejak 2012, transaksi berjalan Indonesia telah mengalami defisit. Bahkan, nilai defisitnya pernah menyentuh hingga US$29 miliar pada 2015.

Untuk memperbaiki defisit transaksi berjalan ini, dia mengatakan reformasi di bidang sektor riil, fiskal dan moneter harus terus dilakukan. Sektor riil, kata Agus, Indonesia harus mendorong ekspor yang bernilai tambah. Selain itu, produksi harus didorong mengunakan bahan baku atau bahan setengah jadi yang bukan berasal dari impor.

"Begitu produksi impor meningkat, kita akan [mengalami] overheating," ujarnya. Kedua, dia memandang ada empat sektor yang harus diperbaiki pemerintah. Satu diantaranya, yakni infrastruktur telah diperbaiki. Sementara itu, tiga faktor lain masih perlu didorong, yaitu sumber daya manusia, birokrasi kelembagaan dan inovasi.

"Kalau bisa diperbaiki, Indonesia bisa tumbuh 6% dan tidak ada overheating," kata Agus.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Hadijah Alaydrus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper