Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

OJK Klaim Terus Kawal Kesehatan Industri Jasa Keuangan

Otoritas Jasa Keuangan menegaskan bakal terus mengawasi sektor jasa keuangan agar tetap sehat dan mendukung pertumbuhan pembiayaan.
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso berbicara di  acara 'The Indonesia Infrastructure Investment Forum 2018' di London, Jumat (16/3)./Istimewai
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso berbicara di acara 'The Indonesia Infrastructure Investment Forum 2018' di London, Jumat (16/3)./Istimewai

Bisnis.com, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan menegaskan bakal terus mengawasi sektor jasa keuangan agar tetap sehat dan mendukung pertumbuhan pembiayaan.

Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso mengatakan pihaknya menjaga stabilitas sektor jasa keuangan dengan memelihara kesehatan industri dan memperkuat permodalan emiten.

"Dengan cara demikian, OJK akan tetap memfasilitasi pertumbuhan kredit dan pertumbuhan sektor keuangan dengan memprioritaskan pertumbuhan pembiayaan yang berkonotasi komoditas ekspor," paparnya dalam konferensi pers Penguatan Koordinasi Untuk Stabilisasi dan Mendorong Pertumbuhan Ekonomi di Jakarta, Senin (28/5/2018).

Untuk itu, lanjut Wimboh, OJK akan mengembangkan skema kredit berorientasi ekspor.

Dia menambahkan permodalan dan likuiditas lembaga keuangan saat ini masih sangat memadai. Salah satunya ditunjukkan dengan Capital Adequacy Ratio (CAR), alias rasio kecukupan modal, yang berada di level 20,38% atau jauh dari persyaratan minimum internasional yang sebesar 8%.

Dengan demikian, masih ada ruang yang cukup luas untuk mendukung pemberian kredit. Apalagi, perbankan disebut memiliki likuiditas yang mencapai Rp618 triliun.

Per April 2018, kredit perbankan tumbuh 8,94% secara year-on-year (yoy) dan fasilitas dari perusahaan pembiayaan menyentuh 6,36% yoy. Sementara itu, Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan meningkat 8,06% yoy dan Non Performing Loan (NPL) tercatat di level 2,79%.

Angka NPL disebut lebih baik dibandingkan tahun lalu yang di atas 3%. Tingginya NPL pada tahun-tahun sebelumnya disebut terkait dengan penurunan harga komoditas di beberapa sektor.

Di sektor asuransi, premi asuransi jiwa dan umum masing-masing naik 38,44% dan 18,61% secara tahunan.

Adapun Risk Based Capital (RBC) atau rasio kecukupan modal untuk asuransi umum diklaim sebesar 310%, sedangkan asuransi jiwa 450%. Seluruhnya jauh di atas batas minimum yang sebesar 120%. 

Di sektor pasar modal, per 21 Mei 2018, penghimpunan dana melalui bursa sudah mencapai Rp61 triliun dengan 16 emiten baru.

"Pertumbuhan ini lebih tinggi dari periode yang sama tahun lalu dan ini strategi untuk pembiayaan jangka menengah dan panjang. Ini penting supaya perbankan tidak terlalu mendapatkan kendala dalam pembiayaan jangka panjang," terang Wimboh.

Dia mengungkapkan sudah ada 58 perusahaan yang akan melakukan penawaran umum saham di pasar modal dengan nilai total indikatif menyentuh Rp66,35 triliun. Jumlahnya diyakini masih bisa mencapai di atas Rp150 triliun.

Adapun dana kelolaan reksadana terus meningkat dan sekarang nilainya sekitar Rp739,71 triliun.

"Kami kerja sama untuk tetap mendorong pendalaman pasar keuangan serta fasilitasi adanya penerbitan obligasi, baik korporasi maupun obligasi daerah. Juga adanya sekuritisasi aset sehingga korporasi akan lebih mudah mendapatkan pendanaan dari pasar modal," jelas Wimboh.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper