Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pasca KTT G7, Hubungan Dagang AS-Kanada Makin Tegang

Isu perdagangan antara AS dan Kanada makin tegang setelah penyelenggaraan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G7.
Dari kiri: Presiden Konsil Eropa Donald Tusk, PM Inggris Theresa May, Kanselir Jerman Angela Merkel, Presiden AS Donald Trump, PM Kanada Justin Trudeau, Presiden Prancis Emmanuel Macron, PM Jepang Shinzo Abe, PM Italia Giuseppe Conte, dan Presiden Komisi Eropa Jean-Claude Juncker berfoto bersama dalam KTT G7 di La Malbaie, Quebec, Kanada, Jumat (8/6)./Reuters-Yves Herman
Dari kiri: Presiden Konsil Eropa Donald Tusk, PM Inggris Theresa May, Kanselir Jerman Angela Merkel, Presiden AS Donald Trump, PM Kanada Justin Trudeau, Presiden Prancis Emmanuel Macron, PM Jepang Shinzo Abe, PM Italia Giuseppe Conte, dan Presiden Komisi Eropa Jean-Claude Juncker berfoto bersama dalam KTT G7 di La Malbaie, Quebec, Kanada, Jumat (8/6)./Reuters-Yves Herman

Bisnis.com, JAKARTA -- Isu perdagangan antara AS dan Kanada makin tegang setelah penyelenggaraan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G7.

Melalui akun Twitter-nya, Senin (11/6/2018), Trump menyatakan Kanada mendapat keuntungan besar dari hubungan dagang bilateral dengan AS tapi mengaku sebaliknya.

"Hubungan dagang yang adil sekarang harus disebut hubungan dagang yang bodoh, jika tidak resiprokal. Berdasarkan rilis Kanada, mereka memeroleh setidaknya US$100 miliar dari perdagangan dengan AS (tampaknya mereka mengaku-ngaku dan tertangkap!). Minimum US$17 miliar. Pajak produk susu dari kami sebesar 270%. Lalu, Justin berpura-pura terluka ketika dikonfrontasi," ujarnya, Senin (11/6/2018).

Justin yang dimaksud Trump adalah Perdana Menteri (PM) Kanada Justin Trudeau.

Trump melanjutkan hubungan dagang dengan Kanada telah melukai para peternak dan petani lokal serta warga AS keseluruhan. Pasalnya, Kanada menerapkan tarif impor yang besar dan tidak adil bagi produk dari AS.

"Mengapa saya, sebagai Presiden AS, mengizinkan negara-negara lain untuk terus mendapatkan surplus dagang luar biasa besar seperti yang mereka dapatkan selama berpuluh-puluh tahun, sedangkan para petani, pekerja, dan pembayar pajak kita harus membayar harga yang besar dan tidak adil? Tidak adil untuk rakyat AS! Defisit US$800 miliar..," paparnya.

Penasihat ekonomi AS Larry Kudlow menuduh Trudeau mengkhianati Trump dengan memberikan pernyataan mempolarisasi dalam hal kebijakan perdagangan yang berisiko membuat pemimpin AS terlihat lemah menjelang pertemuan bersejarah dengan pemimpin Korea Utara (Korut) Kim Jong Un.

"[Trudeau] menusuk kita di belakang," ucapnya kepada CNN, seperti dilansir Reuters, Senin (11/6).

Adapun kantor Trudeau menegaskan dia tidak menyampaikan apapun dalam konferensi pers penutupan KTT G7 yang tidak disampaikannya lebih dulu kepada Trump.

Trump meninggalkan KTT G7 lebih awal karena harus menghadiri pertemuan dengan Kim di Singapura.

Menteri Luar Negeri Kanada Chrystia Freeland menyatakan pihaknya akan melakukan aksi balasan terhadap tarif impor AS melalui kebijakan yang diperhitungkan dengan cermat serta mengusung asas resiprokal.

Namun, Trudeau mendapat dukungan dari para pemimpin Eropa, termasuk PM Inggris Theresa May dan Presiden Dewan Eropa Donald Tusk.

Hubungan dagang AS dan Kanada memanas setelah Trump menerapkan kenaikan tarif impor baja dan aluminium menjadi 25% dan 10%. Lantaran sebagian besar ekspor Kanada dilakukan dengan AS, negara Amerika Utara itu sangat rentan terhadap perubahan kebijakan negara tetangganya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Annisa Margrit
Editor : Annisa Margrit
Sumber : Reuters

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper