Bisnis.com, JAKARTA -- Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) berharap naskah final regulasi yang mengatur premi restrukturisasi perbankan (PRP) bisa rampung tahun ini. PRP akan menjadi instrumen bag LPS untuk mendanai restrukturisasi perbankan saat terjadi krisis keuangan.
Ketua Dewan Komisioner LPS, Halim Alamsyah mengatakan pihaknya belum menentukan skema dan besaran premi yang akan dipungut kepada perbankan. Sebelumnya, usulan yang mengemuka, perbankan dibebani biaya premi sebesar 0,2% dari jumlah dana pihak ketiga (DPK) yang dihimpun. Di samping itu, masih terdapat diskusi terkait skema yang dipakai, apakah skema premi tetap atau skema premi berbasis risiko.
Untuk diketahui, PRP merupakan amanat dari Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2016 tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (PPKSK). PRP berbeda dengan premi penjaminan simpanan yang selama ini dikumpulkan LPS karena fungsinya digunakan untuk menangani restrukturisasi perbankan saat terjadi krisis.
Halim menuturkan, pihaknya masih menggodok formula yang tepat agar industri perbankan tidak terbebani adanya PRP. "Kami masih open untuk didiskusikan lagi besaran dan juga skemanya seperti apa. Kami cari formula, berapa yang diakumulasi untuk restrukturisasi dan berapa untuk menjamin simpanan," jelasnya di sela acara Halalbihalal di Jakarta, Sabtu (16/6/2018).
Untuk diketahui, berdasarkan Undang-Undang No.24 Tahun 2004 tentang LPS, rasio penjaminan simpanin diharuskan mencapai 2,5% dari total dana pihak ketiga. Sementara itu, rasio penjaminan simpanan masih berkisar di level 1,7% hingga 1,8% dari total DPK perbankan.
Halim mengimbuhkan, saat terjadi krisis keuangan, LPS punya beberapa opsi untuk melakukan resolusi perbankan. Pertama purchase and assumption, yakni pemilihan aset produktif dan nonproduktif. Selain itu, bank gagal juga bisa ditangani lewat skema brige bank, aset dan kewajiban bank ditampung di bank sementara yang dikelola LPS.
Dalam Undang-Undang PPSK, LPS juga bisa memberikan penyertaan modal sementara (LPS) kepada bank gagal lewat penerbitan obligasi. Bila pasar obligasi tidak kondusif dan LPS tidak dimungkinkan menerbitan obligasi, Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KKSK) akan berkonsultasi dengan presiden untuk mencari sumber pendanaan lain.
Opsi penanganan bank gagal tersebut lebih beragam dibandingkan saat LPS menangani Bank Century-Sekarang J Trust Bank-. Saat itu, LPS mengucurkan PMS secara bertahap hinggap Rp,6,7 triliun
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel