Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pemerintah Bersikukuh Revisi APBN 2018 Belum Diperlukan

Bisnis.com, JAKARTA Pemerintah masih bersikukuh bahwa belum diperlukan revisi asumsi dasar makroekonomi APBN 2018 meski sejumlah asumsi telah mengalami deviasi yang sangat lebar.
Menteri Keuangan Sri Mulyani memberikan paparan dalam konferensi pers Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) Kita di Jakarta, Senin (25/6/2018)./JIBI-Felix Jody Kinarwan
Menteri Keuangan Sri Mulyani memberikan paparan dalam konferensi pers Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) Kita di Jakarta, Senin (25/6/2018)./JIBI-Felix Jody Kinarwan

Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah masih bersikukuh bahwa belum diperlukan revisi asumsi dasar makroekonomi APBN 2018 meski sejumlah asumsi telah mengalami deviasi yang sangat lebar.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, sampai hari ini pemerintah masih menilai perkembangan yang terjadi dalam ranah yang diatur UU APBN 2018.
Oleh karena itu, dia menegaskan bahwa revisi kinerja anggaran berjalan atau APBN-P 2018 tidak perlu dilakukan.

"Kalau dari kami masih melihat sampai hari ini tidak perlu karena garis besarnya masih sama seperti yang kita tentukan dari UU APBN 2018, tapi tentunya keputusan akan ditentukan bersama Dewan pada laporan semester nanti," katanya, Senin (2/7/2018).

Sebelumnya, sejumlah ekonom sudah menilai bahwa pemerintah perlu melakukan APBN-P 2018 guna merespons perubahan sederet asumsi makro dari yang sudah ditetapkan.
Misalnya, ekonom Maybank Indonesia Juniman mengatakan, saat seperti ini pemerintah memang dihadapkan pada situasi yang cukup sulit. Kenaikan ICP yang sudah jauh melebihi asumsi APBN yang dipatok US$48 per barel membuat pemerintah dihadapkan pada dua hal yakni antara menaikkan harga BBM atau menambah subsidi BBM.

"Saya kira dengan situasi saat ini memang pemerintah mau tak mau harus menaikkan subsidi, ini pilihan logis siapapun pemerintahnya," ujarnya.
Bertambahnya subsidi BBM praktis menambah beban dalam APBN, sehingga jalan yang paling bisa dilakukan adalah dengan mengajukan tambahan anggaran subsidi melalui APBN perubahan.

Meskipun masih ada jalan alternatif misalnya membayar selisih subsidi dengan menugaskan badan usaha milik negara. Akan tetapi, kalaupun opsi ini diambil, hal ini bukannya tanpa risiko, karena bisa memengaruhi kinerja keuangan korporasi.

"Tentu saja pemerintah berhitung misalnya dengan menambah anggaran subsidi ini di APBN perubahan," tutur Juniman.

Dia melihat bahwa langkah yang dilakukan pemerintah ini lebih besar dipengaruhi oleh alasan politis. Apalagi menjelang tahun politik, menaikkan harga BBM sama dengan siap untuk tidak populer. "Kalau soal daya beli atau alasan lainnya sebenarnya kan sudah tergerus sejak 2014, ini lebih ke politik," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Achmad Aris

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper