Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

YLKI Terima 50 Aduan Pelanggaran Fintech Sejak Januari 2018

YLKI telah menerima lebih dari 50 pengaduan kredit online. Kebanyakan dari keluhan yang disampaikan adalah cara menagih hingga sistem perhitungan bunga dan denda yang tidak jelas.
Ilustrasi: Karyawan melakukan aktivitas di salah satu perusahaan financial technology (Fintech), di Jakarta, Selasa (3/4/2018)./JIBI-Endang Muchtar
Ilustrasi: Karyawan melakukan aktivitas di salah satu perusahaan financial technology (Fintech), di Jakarta, Selasa (3/4/2018)./JIBI-Endang Muchtar

Bisnis.com, JAKARTA – Sejak Januari 2018, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) telah menerima lebih dari 50 pengaduan kredit online. Kebanyakan dari keluhan yang disampaikan adalah cara menagih hingga sistem perhitungan bunga dan denda yang tidak jelas.

Bentuk penagihan yang sering dilakukan adalah dengan cara mengancam hingga menagih lewat orang yang nomor selulernya ada di daftar kontak konsumen.

Ketua Pengurus YLKI Tulus Abadi mengatakan lebih parahnya lagi, banyak aduan yang melibatkan pelaku usaha yang menjalankan bisnis peer-to-peer (P2P) lending tidak terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

"Oleh karena tidak berizin, sangat berisiko bagi konsumen karena merupakan transaksi yang ilegal," tuturnya seperti dikutip dari siaran pers pasda Senin (9/7).

Dalam Peraturan OJK Nomor 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi, OJK telah mengatur soal kewajiban perlindungan konsumen yang detail. Selain itu, setiap penyelenggara P2P lending juga diwajibkan mendaftarkan diri di OJK.

OJK juga telah mengatur prosedur pendaftaran, perizinan, penyaluran pinjaman hingga aturan terkait cara penagihan.

"Namun, jika pemberi pinjaman yang sudah terdaftar di OJK tetap melanggar atau merugikan konsumen, YLKI mendesak OJK  agar  OJK secara tegas untuk menolak hingga membatalkan proses perizinannya," tutur Tulus.

YLKI menilai bisnis yang dijalankan oleh P2P lending sangat berisiko, mengingat verifikasi pinjaman dilakukan tanpa melihat kondisi pada Sistem Informasi Debitur pada Bank Indonesia.

Oleh karena itu, perlu cara khusus untuk menghindari tingginya kasus gagal bayar atas pinjaman yang diberikan, seperti merujuk cara menagih yang diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia No. 14/17/DASP.

Dengan demikian, YLKI meminta OJK, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), dan  Bareskrim Mabes Polri untuk segera mengantisipasi hal ini agar tidak banyak konsumen yang menjadi korban.

YLKI juga meminta agar regulator bertindak tegas pada penyelenggara yang menyalahgunakan data pribadi konsumen. OJK diminta melakukan edukasi kepada konsumen terkait prinsip kehati-hatian pada data pribadinya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Nindya Aldila

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper