Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Jusuf Kalla Jelaskan Dampak Perang Dagang AS-China untuk Indonesia

Pemerintah menilai salah satu dampak perang dagang antara Amerika Serikat dan China adalah berkurangnya ekspor Indonesia berupa bahan baku industri ke negeri Tirai Bambu.
Wakil Presiden Jusuf Kalla memberikan pidato arahan pada acara Global Forum Asian Games 2018, Tahun Olahraga Tahun Politik di Jakarta, Selasa (15/5/2018)./ANTARA-Widodo S Jusuf
Wakil Presiden Jusuf Kalla memberikan pidato arahan pada acara Global Forum Asian Games 2018, Tahun Olahraga Tahun Politik di Jakarta, Selasa (15/5/2018)./ANTARA-Widodo S Jusuf

Kabar24.com, JAKARTA — Pemerintah menilai salah satu dampak perang dagang antara Amerika Serikat dan China adalah berkurangnya ekspor Indonesia berupa bahan baku industri ke negeri Tirai Bambu.

Menurut Wakil Presiden Jusuf Kalla, kemungkinan berkurangnya ekspor tersebut adalah dampak tidak langsung dari ‘konflik’ ekonomi kedua negara adidaya tersebut.

“Dampak tidak langsung apabila terjadi perang dagang itu industri di China akan turun, otomatis kita banyak memasok [mengekspor] bahan baku ke China bisa menurun [karena] ekspor kita bahan baku,” ujarnya, Selasa (10/7/2018).

Dia pun menjelaskan ada juga dampak langsung dari perang dagang tersebut yaitu Amerika Serikat sedang mempertimbangkan untuk mengevaluasi  generalized system of preferences (GSP) yang merupakan kebijakan perdagangan suatu negara dengan memberikan manfaat pemotongan bea masuk impor terhadap produk ekspor dari negara yang memperoleh manfaat.

“Artinya memberikan keutamaan pada negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Oleh karena itu upaya kita adalah bagaimana menstabilkan ekonomi dalam negeri sehingga bukan hanya ekspor tapi juga dalam negeri bisa tumbuh. Kedua juga mencari pasar baru,” ujarnya.

Sebelumnya pemerintah memastikan akan terus berkomunikasi dengan Amerika Serikat terkait peninjauan ulang program GSP.

Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto pernah mengatakan hal tersebut sudah dibahas dalam rapat terbatas. Nantinya akan ada beberapa regulasi baru yang diterbitkan. Terkait program GSP, Airlangga juga akan memberikan sosialisasi bagi sektor usaha yang belum memanfaatkan insentif keringanan bea masuk impor ke AS tersebut.

Hingga saat ini, Indonesia masih memperoleh manfaat GSP AS dalam kategori A yang memberikan pemotongan tarif bea masuk di AS untuk 3.500 produk, termasuk sebagian produk agrikultur, produk tekstil, garmen dan perkayuan.

Tidak semua produk ekspor Indonesia memperoleh manfaat GSP AS. Pada 2016, Indonesia memperoleh manfaat GSP sebanyak US$1,8 miliar dari total ekspor Indonesia ke AS pada 2016 senilai US$20 miliar.  

Di sisi lain, dalam menghadapi perang dagang ini pemerintah pun akan fokus memperkuat ekspor atau aktivitas yang menghasilkan devisa serta menjaga nilai impor.

Salah satunya dengan mengerem permintaan barang-barang tidak prioritas sebagai antisipasi dampak perang dagang. Sebelumnya pada Senin (9/7) Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pun mengatakan industri membutuhkan kebijakan fiskal untuk menjaga bea masuk barang modal, sehingga produk nasional lebih kompetitif.

Selain itu, perlu juga adanya insentif bagi industri dengan usia pabrik sudah tua, yang masih membutuhkan impor barang modal. Menteri Keuangan menyebutkan, insentif bagi industri dengan parbik usia tua dapat diberikan pembebasan bea masuk.

Sebagai antisipasi perang dagang, pemerintah akan terus meneliti dan mengantisipasi  berbagai kemungkinan sepanjang semeseter II/2018. Dalam enam bulan pertama, pemerintah akan menerbitkan instrumen untuk membantu mengurangi tekanan perang dagang.

Di sisi lain, pemerintah juga berharap adanya daya tahan industri dan pelaku usaha terkait situasi ekonomi seperti sekarang ini. Untuk jangka 1 tahun hingga 18 bulan  ke depan, pemerintah melakukan mitigasi untuk  meminimalisir risiko pada dunia usaha.

Pasalnya, faktor yang paling memengaruhi kondisi perekonomian  terkini  adalah  ketidakpastian dari arah kebijakan negara-negara yang terlibat  perang dagang. Kendati demikian, Sri Mulyani belum menyebutkan kapan beragam kebijakan fiskal tersebut akan diterbikan.

Menurutnya, kesepakatan antara Menteri Perindustrian dan Menteri Perdagangan akan terlebih dahulu dibahas oleh Menko Perekonomian dengan memperhatikan industri mana yang paling cepat terdampak terhadap instrumen tersebut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper