Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) Ardiansyah Parman (kanan) didampingi Commissioner Arif Safari memberikan penjelasan saat berkunjung ke kantor redaksi Bisnis Indonesia, di Jakarta,Kamis (26/7/2018)./JIBI-Dedi Gunawan
Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) Ardiansyah Parman (kanan) didampingi Commissioner Arif Safari memberikan penjelasan saat berkunjung ke kantor redaksi Bisnis Indonesia, di Jakarta,Kamis (26/7/2018)./JIBI-Dedi Gunawan

Memutus Mata Rantai

Bisnis.com, JAKARTA – Sektor properti sudah sepatutnya menjadi salah satu fokus perhatian Badan Perlindungan Konsumen Nasional atau BPKN dalam tugasnya melindungi hak masyarakat Indonesia. Pasalnya, aduan konsumen dari sektor ini cukup mendominasi.

Berdasarkan data BPKN, sekitar 85% pengaduan yang masuk berasal dari sektor perumahan. Muatan aduan pun terbilang beragam dan cukup luas. “Insiden transaksi perumahan banyak dilaporkan bermasalah oleh masyarakat,” ujar Ketua BPKN Ardiansyah Parman.

BPKN sendiri menggolongkan kasus terkait dengan transaksi perumahan ke dalam tiga kategori, yakni mulai dari pratransaksi, pada saat pembelian, dan pascatransaksi.

Sebelum transaksi, insiden hak konsumen banyak menyangkut ketidakjelasan status lahan rumah yang dijual oleh pengembang dan langkah pemasaran yang tidak sesuai dengan aturan oleh pengembang.

Pada saat transaksi, problematika yang muncul banyak menyangkut lemahnya perlindungan konsumen terhadap aspek ikatan jual beli antara pengembang dan konsumen, serta bank atau lembaga pembiayaan.

Sementara itu, insiden tidak terpenuhinya kualitas unit rumah, fasilitas umum dan sosial, tidak sesuainya masa garansi, dan pola pengelolaan dalam pembelian apartemen atau hunian dengan konsep strata title menjadi aduan dominan konsumen pada pascatransaksi.

“Pada titik ini, persoalan di atas muncul sebagian besar karena konsumen kurang mendapat kesempatan dan penjelasan yang memadai untuk memahami muatan klausula baku yang tercantum dalam kontrak,” ujarnya.

Ardiansyah menilai masalah yang hadir itu menjadi indikator masih lemahnya posisi konsumen dalam memenuhi kebutuhannya akan tempat tinggal.

Bagi perekonoian nasional, jelasnya, kondisi ini berdampak serius karena akan menurunkan kepercayaan masyarakat dalam melakukan transaksi perumahan dan properti pada umumnya.

Pada sisi lain, ketidakpastian hak konsumen menyulitkan masyarakat yang sebagian besar masih menjadikan rumah sebagai aset dan tumpuan kehidupan sosial ekonomi mereka. Jika terus dibiarkan tanpa pemulihan, ujarnya, ini berpotensi menjadi bom waktu sosial ekonomi.

Oleh karena itu, Ardiansyah menegaskan kehadiaran dan perhatian negara sangat mendesak untuk mencegah pelanggaran, memulihkan dan melindungi hak-hak konsumen perumahan.

“Perlu langkah segera dari pemerintah untuk memutus rantai insiden perlindungan hak konsumen dan pemulihan hak konsumen,” tegasnya.

Oleh itu, BPKN pun menekankan agar pemerintah mengambil langkah cepat. Pertama, pemerintah pusat dan daerah segera dan sesuai kewenangan yang ada melakukan pengawasan efektif atas langkah-langkah pemasaran perumahan di wilayahnya masing-masing.

Kedua, penegakan disiplin pemasaran oleh pengembang perumahan. Menurutnya, langkah pemasaran oleh pengembang harus sesuai dengan UU dan peraturan yang berlaku, khususnya Undang-Undang No. 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper