Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pertumbuhan Investasi di China di Bawah Prediksi

Data ekonomi China memperlihatkan sinyal perlambatan dan kian tertekan akibat ancaman AS dengan sejumlah tarif impornya.
ilustrasi./.Bloomberg
ilustrasi./.Bloomberg

Bisnis.com, JAKARTA – Data ekonomi China memperlihatkan sinyal perlambatan dan kian tertekan akibat ancaman AS dengan sejumlah tarif impornya.

Data dari dalam Negeri Panda pun tidak banyak yang bisa menopang laju ekspansi ekonomi karena pertumbuhan investasi melemah ke rekor terendah dan konsumen menjadi lebih berhati-hati menggunakan uangnya.

Menurut data Biro Statisik Nasional (NBS) China, investasi aset tetap (fixed-asset investment) tumbuh lebih kecil daripada yang diperkirakan sebesar 5,5% pada periode Januari – Juli 2018.

Selain itu, hasil produksi industri pun tetap di level 6% secara tahunan, atau di bawah perkiraan ekonom di level 6,3%.

Adapun data tersebut memperlihatkan bahwa ekonomi China telah kehilangan momentum akibat beberapa kebijakan pemerintah yang ingin mengetatkan pertumbuhan utang dan mengurangi polusi industri.

“Ekonomi melambat sebagai hasil dari kebijakan pemerintah dalam enam kuartal terakhir,” kata Gene Ma, Kepala Ekonom di Institute of International Finance, Washington, seperti dikutip Bloomberg, Selasa (14/8/2018).

Dia menjelaskan, kebijakan deleveraging yang ingin mengentas praktik perbankan bayangan telah memukul bisnis kecil dan swasta di China. Selain itu, upaya pemerintah yang ingin mengurangi polusi dan ketidakpastian terhadap outlook perdagangan juga membuat kinerja industri di China melesu.

Belum lagi meningkatnya tensi perdagangan turut merusak keyakinan bisnis, kendati belum terlihat dampaknya terhadap kinerja ekspor. 

Perkembangan terbaru, pekan lalu China telah memperkenalkan tarif tambahan sebesar 25% untuk produk impor asal AS yang senilai US$16 miliar, yang terdiri dari produk bahan bakar, baja, otomotif, hingga peralatan medis.

Kementerian Perdagangan China menyebutkan, tarif tersebut akan mulai berlaku pada 23 Agustus 2018, atau pada hari yang sama ketika AS mengenakan tarif sebesar 25% untuk impor asal China yang senilai US$16 miliar.

Adapun untuk menghindari perlambatan lebih lanjut, Beijing telah mengubah fokus kebijakannya untuk menggairahkan permintaan domestik dan mengambil langkah penyesuaian di dalam kampanye deleveraging.

Pemerintah China berjanji akan mengalirkan anggaran pengeluaran pemerintah ke proyek pembangunan jalan dan kereta api, proyek yang selalu dijalankan ketika perekonomian mulai melambat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Dwi Nicken Tari
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper