Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Turki Boikot Produk Elektronik AS, Erdogan Serukan Warga Setop Beli iPhone

Pertikaian antara Turki dan Amerika Serikat (AS) masih berkembang. Pesiden Turki Recep Tayyip Erdogan bersumpah akan memboikot produk iPhone di tengah tuntutan pemerintah AS untuk pembebasan seorang pendeta asal AS.
IPhonex/Phys.org
IPhonex/Phys.org

Bisnis.com, JAKARTA – Pertikaian antara Turki dan Amerika Serikat (AS) masih berkembang. Pesiden Turki Recep Tayyip Erdogan bersumpah akan memboikot produk iPhone di tengah tuntutan pemerintah AS untuk pembebasan seorang pendeta asal AS.

Dalam pidatonya di Ankara, Erdogan menyatakan warga Turki akan berhenti membeli produk-produk elektronik buatan Amerika. Erdogan juga mengecam  segala bentuk"serangan ekonomi eksplisit" terhadap negaranya.

“Ada harga bagi mereka yang merencanakan operasi melawan Turki,” seru Erdogan, tanpa menentukan kapan boikot yang dimaksud akan dimulai atau bagaimana akan diberlakukan. Alih-alih iPhone, ia menyarankan warga Turki agar membeli smartphone buatan Samsung Electronics Co. atau produsen lokal Venus Vestel.

Meski aksi boikot oleh Turki hanya akan sedikit mempengaruhi kepentingan ekonomi AS, langkah tersebut menunjukkan penolakan Erdogan untuk menyerah pada gejolak pasar yang telah mendorong biaya pinjaman menyentuh rekor sekaligus mengancam menyeret Turki ke dalam krisis keuangan.

Seperti diketahui, nilai tukar lira telah kehilangan seperempat dari nilainya bulan ini setelah Presiden AS Donald Trump menggandakan tarif pada impor baja dan aluminium asal Turki serta menjatuhkan sanksi pada dua menteri pemerintahan Erdogan karena dianggap terlibat dalam penahanan Andrew Brunson.

Brunson sendiri adalah seorang pendeta evangelis yang telah ditahan pemerintah Turki karena dugaan keterlibatannya dalam upaya kudeta yang gagal di Turki pada 2016. Nilai tukar lira kemudian berhasil rebound pada Selasa (14/8) setelah warga Turki ramai-ramai menjual dolar AS mereka.

Lira Rebound

Aksi boikot yang diserukan Erdogan mengingatkan pada keputusan Presiden Rusia Vladimir Putin untuk melarang impor makanan dari negara-negara yang menampar sanksi kepada Rusia pada tahun 2014 terkait aneksasi Krimea.

Perbedaannya adalah, tidak seperti Rusia, AS dan Turki sama-sama merupakan anggota NATO. Erdogan memperingatkan bahwa AS telah menempatkan aliansinya dalam risiko serta mendorong Turki untuk mencari aliansi lain.

Saat ketegangan diplomatik antara kedua negara tersebut berkembang, nilai tukar lira justru berhasil rebound untuk pertama kalinya dalam sepekan setelah warga Turki berbondong-bondong menjual dolar AS mereka untuk mengambil keuntungan dari kemerosotan lira.

Terdapat pula spekulasi bahwa para pembuat kebijakan Turki akan mengindahkan seruan sejumlah eksekutif perusahaan dan perbankan untuk menaikkan suku bunga demi membendung kemerosotan.

Kurs lira pun melonjak 5,9% menjadi 6,5028 per dolar AS pada pukul 6.03 sore waktu Istanbul. Adapun performa obligasi pulih, dengan imbal hasil pada obligasi bertenor 10-tahun turun 132 basis poin menjadi 21,37%.

Pada sebuah konferensi di Ankara yang juga dihadiri Erdogan, Menteri Keuangan Berat Albayrak menegaskan pemerintah Turki akan terus mengambil langkah-langkah untuk melindungi lira. Dolar AS disebutnya tidak lagi menjadi mata uang yang "dapat dipercaya" dan malah digunakan sebagai alat politik.

Sumber terkait mengungkapkan seorang pejabat tinggi keamanan nasional pemerintahan Trump pada Senin (13/8) memperingatkan duta besar Turki bahwa tidak ada lagi yang perlu dirundingkan sampai Brunson dibebaskan.

“Para pembuat kebijakan perlu mengadopsi serangkaian tindakan sehingga situasi ini tidak menimbulkan kerusakan permanen pada ekonomi riil,” tulis Persatuan Kamar Dagang dan Bursa Komoditas Turki serta Asosiasi Bisnis dan Industri Turki dalam sebuah pernyataan bersama.

Desakan Korporasi

Mereka menyerukan pemerintah untuk memangkas pengeluaran, meningkatkan hubungan dengan Uni Eropa, mengakhiri perselisihan dengan AS, serta memetakan rencana yang jelas untuk membawa tingkat inflasi - yang telah mencapai double digit dan melonjak ke level tertinggi dalam 15 tahun pada Juli - kembali menjadi satu digit secara permanen.

Permohonan serupa datang dari bank-bank nasional, termasuk Turkiye Garanti Bankasi AS. Meski telah menaikkan suku bunga pinjaman sebesar 500 basis poin tahun ini menjadi 17,75%, bank sentral Turki tidak melancarkan langkah lebih lanjut sejak pergolakan diplomatik terbaru dengan AS dimulai melalui pemberian sanksi AS kepada dua menteri Turki pada 1 Agustus.

“Ada yang harus dilakukan terkait suku bunga,” kata Ali Fuat Erbil, chief executive officer Turkiye Garanti, dalam sebuah wawancara yang disiarkan oleh NTV. “Selain disiplin fiskal, pengetatan moneter adalah obatnya. Apakah ada kebutuhan untuk itu? Ya, ada.”

Meski Erdogan tidak membahas kekhawatiran korporasi dalam pidato-pidatonya pada hari Selasa, dia menunjukkan bahwa warga Turki telah mulai menanggapi seruannya untuk mengubah valuta asing menjadi lira.

Warga Turki cenderung memiliki rekening bank dalam berbagai mata uang sehingga perubahannya ke dalam lira jelas memberi dampak yang signifikan pada arah pergerakan mata uang ini.

Baik individu maupun perusahaan lokal dikabarkan telah menjual valas bernilai sekitar US$50 juta hingga US$60 juta pada Selasa pagi (14/8) waktu setempat, menurut seorang pedagang mata uang yang berbasis di Istanbul.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper