Bisnis.com, JAKARTA - Bank Indonesia diharapkan tetap melakukan intervensi yang terukur di tengah goncangan terhadap rupiah yang dapat menggerus cadangan devisa.
Seperti diketahui, Bank Indonesia (BI) kian intensif dalam melakukan intervensi ganda di pasar SBN dan pasar valas. Sejak Kamis (30/8) hingga Selasa (5/9), BI telah menyerap Rp11,9 triliun SBN dari pasar sekunder. Sementara itu, BI terus melakukan lelang FX Swap pada 28-31 Agustus 2018 dengan total pemenangan hingga US$1,22 miliar. Dengan instrumen lelang tersebut, bank sentral berarti menginjeksi dolar AS ke perbankan di dalam negeri.
Kepala Ekonom Bahana Sekuritas, Putera Satria Sambijantoro mengatakan setelah turun selama 6 bulan berturut-turut, cadangan devisa BI seharusnya dikelola dengan hati-hati.
Pasalnya, dia melihat tren peningkatan impor harus diperlakukan dengan hati-hati karena dapat berimplikasi pada rasio cadangan devisa. "Dengan asumsi bahwa tidak ada penurunan impor, kami melihat bahwa cadangan devisa seharusnya tidak jatuh di bawah batas aman yang diperkirakan sebesar US$109.6 miliar yang mungkin cukup untuk mencakup sekitar 6 bulan impor," ujar Satria, Rabu (5/9/2018).
Cakupan rasio ini bahkan kurang jika pembayaran utang luar negeri diperhitungkan. Menurutnya, penurunan dalam cadangan devisa adalah sesuatu yang dapat dipahami di tengah ketidakpastian global dan faktor eksternal lainnya yang telah mendorong volatilitas dalam rupiah dan mata uang regional lainnya.
Ke depannya, Satria melihat rupiah dapat bergerak ke level yang lebih stabil di kisaran Rp15.000-Rp15.200 per dolar AS. Namun, dia tidak menampik kemungkinan adanya koreksi lanjutan sebelum akhir tahun akibat faktor eksternal.
Baca Juga
Kepala Ekonom PT Bank Central Asia Tbk. David E. Sumual mengungkapkan BI memang harus hati-hati dalam melakukan intervensi dan mengelola cadangan devisa.
"Karena melihat pengalaman Argentina yang cadangan devisanya terus turun karena intervensi sehingga akhirnya di-bail out US$50 miliar oleh IMF dan sekarang hampir habis lagi dipakai untuk intervensi," ujar David.
Pada satu titik, kondisi ini dapat memberikan sentimen negatif tidak hanya ke investor tetapi kepada pebisnis. Jika sektor riil terganggu, David menilai hal ini dapat memicu depresiasi.
Di pasar SBN, David menyarankan imbal hasil seharusnya diberikan sedikit keleluasaan untuk naik sehingga dapat menarik investor kembali masuk. Pasalnya, goncangan terhadap rupiah diperkirakan masih panjang seiring dengan kenaikan Fed Fund Rate pada September dan Desember.
Di sisi lain, dia berharap upaya pemerintah memberikan insentif eksportir untuk menukarkan DHE ke dalam rupiah dapat membantu karena ditopang oleh kebijakan swap hedging yang biayanya kini lebih murah, di mana swap rate sekitar 5,16% untuk tenor 12 bulan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel