Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

AS Belum Siap Bersepakat dengan China

Amerika Serikat ternyata belum siap membicarakan kesepakatan dengan rivalnya terkait perselisihan di dalam perang dagang. Dengan begitu, tarif impor terbaru dari AS untuk China pun resmi diberlakukan hari ini (7/9/2018).
Presiden AS Donald Trump berinteraksi dengan Presiden China Xi Jinping di Mar-a-Lago, Palm Beach, Florida, AS, 6 April 2017./.Reuters-Carlos Barria TPX
Presiden AS Donald Trump berinteraksi dengan Presiden China Xi Jinping di Mar-a-Lago, Palm Beach, Florida, AS, 6 April 2017./.Reuters-Carlos Barria TPX

Bisnis.com, JAKARTA - Amerika Serikat ternyata belum siap membicarakan kesepakatan dengan rivalnya terkait perselisihan di dalam perang dagang. Dengan begitu, tarif impor terbaru dari AS untuk China pun resmi diberlakukan hari ini (7/9/2018).

Adapun ketidaksiapan AS tersebut disampaikan sendiri oleh Presiden AS Donald Trump di Gedung Putih sehari sebelum pengenaan tarif impor yang menargetkan produk impor asal China yang senilai US$200 miliar.

 “Negosiasiasi dengan China berjalan dengan sangat baik tapi kami belum siap untuk membuat kesepakatan yang mereka inginkan,” kata Trump tanpa menjelaskan lebih lanjut, seperti dikutip Reuters, Kamis (6/9/2018).

Trump juga menambahkan, AS akan terus berkomunikasi dengan China karena dia sangat menghormati Presiden China Xi Jinping.

Sejauh ini, dua ekonomi terbesar di dunia tersebut telah saling melemparkan tarif sebesar 25% untuk produk impor senilai US$50 miliar di dalam ajang perang dagang.

Terbaru, AS memberlakukan tarif impor yang menargetkan produk impor asal China yang nilainya mencapai US$200 miliar, terbesar sejauh ini, pada Kamis (6/9/2018), setelah masa konsultasi publik berakhir.

Eskalasi selisih dagang tersebut pun diperkirakan akan membuat harga barang-barang konsumen harian, seperti kulkas hingga handuk, di AS menjadi lebih mahal.

Adapun data perdagangan AS terbaru yang dirilis pada Rabu (5/9/2018) memperlihatkan bahwa defisit perdagangan AS dengan China per Juli 2018 justru semakin melebar sekitar 8% menjadi US$234 miliar dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu.

Hal itu pun menjadi suatu keganjilan di mata ekonom karena tujuan Trump mengenakan tarif justru untuk mengurangi defisit perdagangan. Namun ternyata, tampaknya tarif tersebut malah memicu defisit karena pengeluaran publik ikut naik.

“Kebijakan dari pemerintah sekarang ini mungkin tidak didesain untuk menaikkan defisit perdagangan, tapi yang terjadi justru sebaliknya dan itu adalah risiko,” kata Philip Levy, yang menjadi dewan penasihat ekonomi untuk mantan Presiden AS George W. Bush, seperti dikutip Bloomberg.

Adapun alasan AS memberlakukan sejumlah tarif unilateral ini adalah agar China meningkatkan akses pasar, menghilangkan praktik pencurian hak kekayaan intelektual terhadap perusahaan AS, memangkas subsidi industri, dan mengurangi defisit perdagangannya yang mencapai US$375 miliar pada 2017.

China pun telah seringkali menuding kebijakan Pemerintahan Trump tersebut dan meminta untuk diadakan pembicaraan untuk membahas isu dagang tersebut.ar untuk harga produk konsumen di China,” tambah Hu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Dwi Nicken Tari
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper