Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kemenkeu Rilis Beleid Utak-Atik Anggaran Lain-lain Tutupi Subsidi

Silpa dari anggaran lain-lain digeser guna memenuhi kebutuhan subsidi yang membengkak.
Subsidi BBM Naik/Ilustrasi
Subsidi BBM Naik/Ilustrasi

Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Keuangan menerbitkan aturan mengenai utak-atik pergeseran pagu anggaran, setelah sebelumnya memilih untuk tidak melakukan mekanisme APBN-Perubahan. Salah satunya mengenai pergeseran pagu anggaran lain-lain yang digunakan untuk keperluan kurang bayar subsidi energi atau dalam hal ini subsidi BBM.

Penerbitan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.105/PMK.02/2018 tentang perubahan atas PMK No.208/PMK.02/2017 tentang tata cara penggunaan dan pergeseran anggaran pada bagian bendahara umum negara (BUN) pengelolaan belanja lainnya (BA 999).

Dalam beleid tersebut, termaktub pergeseran pagu anggaran dari anggaran lain-lain ke anggaran subsidi. Revisi pasal 16 ayat 4 berbunyi, "Pergeseran anggaran belanja dari BA 999.08 ke BA BUN Pengelolaan Belanja Subsidi (BA 999.07) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilakukan untuk keperluan pembayaran kurang bayar subsidi."

Pasal tersebut menegaskan pergeseran pagu belanja lain-lain ke belanja subsidi. Berdasarkan data outlook APBN 2018, realisasi belanja lain-lain kemungkinan hanya mencapai Rp38,64 triliun atau 57,5% dari ketetapan dalam Anggaran Pendapatan dan Belaja Negara (APBN) 2018 yang sebesar Rp 67,24 triliun.

Dengan demikian, sisa lebih perhitungan anggaran (Silpa) dari anggaran lain-lain digeser guna memenuhi kebutuhan subsidi yang membengkak.

Direktur Jendral Anggaran, Askolani tidak menampik hal tersebut, sebagaimana sebelumnya dia mengungkapkan Kementerian Keuangan menanti peraturan menteri ESDM terkait kebijakan penaikaan subsidi BBM dari Rp500 ke Rp2.000 per liter.

"Regulasi tersebut mengatur mekanisme pergeseran anggaran BUN untuk kegiatan mendesak lainnya [termasuk subsidi BBM] secara umum," katanya kepada Bisnis, Selasa (11/9/2018).

Dia pun mengungkapkan bahwa aturan tersebut sudah dilakukan selama beberapa tahun, sehingga aturan yang diterbitkan ini melengkapi pergeseran pagu yang biasa dilakukan.

"Sudah ada selama ini hanya memperkuat mekanisme agar lebih akuntabel sejalan dengan masukan BPK," tegasnya.

Selain untuk subsidi, aturan ini juga menjadi landasan hukum bagi pergeseran pagu lainnya, seperti kurang bayar transfer ke daerah, pengelolaan hibah termasuk anggaran bencana lombok dan transaksi khusus.

Sementara, terjadi pergeseran pula dari pagu anggaran belanja subsidi ke belanja lain-lain, yakni pasal 16 ayat 6 yang berbunyi," Pergeseran anggaran belanja dari BA BUN Pengelolaan Belanja Subsidi (BA 999.07) ke BA 999.08 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e dilakukan untuk keperluan memenuhi kebutuhan di bidang yang sama."

Lebih lanjut, Askolani mengungkap penggunaan beleid ini agar utak-atik yang dilakukan memiliki akuntabilitas. "Bisa untukmendukung [berbagai] kegiatan tersebut, agar akuntabel," ungkapnya.

Dia memperkirakan, belanja subsidi semester II/2018 mencapai Rp154,2 triliun sehingga realisasi sepanjang tahun mencapai Rp228,1 triliun. Prakiraan subsidi ini meningkat karena pembengkakan subsidi energi semester II/2018 yang mencapai Rp103,9 triliun sementara pagu APBN 2018 untuk subsidi energi hanya Rp94,5 triliun.

Jumlah pembengkakan semester II/2018 tersebut belum ditambah realisasi semester I yang mencapai Rp59,5 triliun. Artinya, terjadi pembengkakan sebesar Rp68,97 triliun dari pagu anggaran subsidi energi.

Perkembangan lainnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral menerbitkan beleid kenaikan subsidi solar paling besar senilai Rp2.000 per liter, beleid tersebut diterbitkan per 21 Agustus 2018.

Dalam Pasal 2 ayat (1) Peraturan Menteri ESDM No.40/2018 yang diterbitkan 16 Agustus 2018, disebutkan perhitungan harga jual eceran Jenis BBM Tertentu berupa Minyak Solar (Gas Oil) di titik serah, untuk setiap liter ditetapkan dengan formula sesuai dengan harga dasar ditambah Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dikurangi subsidi paling banyak sebesar Rp2.000,00 dan ditambah Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Fajar Sidik

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper