Bisnis.com, JAKARTA -- Bank Indonesia melihat pelemahan rupiah pada Selasa (18/9/2018) sebagai efek eksternal akibat risiko perang dagang China dan AS.
Seperti diketahui, Presiden AS Donald Trump akan mengenakan tarif impor sebesar 10% atas barang-barang dari China per 24 September 2018. Nilainya mencapai US$200 miliar atau hampir Rp3.000 triliun.
Kemungkinan besar, tarif impor tersebut akan meningkat menjadi 25% pada tahun depan.
Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Dody Budi Waluyo mengungkapkan bank sentral akan tetap berada di pasar dengan melakukan intervensi yang terukur.
"Mudah-mudahan tekanannya tidak terlalu besar. Itu adalah salah satu risiko eksternal yang kami lihat dan itu juga kena ke currency di emerging markets," ungkapnya saat ditemui selepas International Conference on Indonesian Economy and Development di Hotel Ritz Carlton, Jakarta, Selasa (18/9).
Dody menegaskan pemerintah bersama BI akan ikut menjaga stabilitas nilai tukar rupiah.
Menjelang penutupan sesi pertama pada Selasa (18/9) pukul 11.15 WIB, rupiah berada di level Rp14.933 per dolar AS atau melemah 0,36%.
Berdasarkan catatan Bisnis, mata uang Garuda sebelumnya dibuka melemah 18 poin atau 0,12% di level Rp14.898 per dolar AS setelah berakhir terdepresiasi 73 poin atau 0,49% di level Rp14.880 per dolar AS pada Senin (17/9).
Adapun peso Filipina melemah 7,99%, won Korea Selatan turun 5,11%, kyat Myanmar merosot 12,86%, dan dolar Singapura melemah 2,62%.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel