Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

OECD Pangkas Prospek Ekonomi Global, AS Cerah Berkat Friksi Dagang

Pertumbuhan ekonomi global dinyatakan telah memuncak di tengah meningkatnya friksi perdagangan dan pergolakan di negara emerging market.
Logo OECD
Logo OECD

Bisnis.com, JAKARTA – Pertumbuhan ekonomi global dinyatakan telah memuncak di tengah meningkatnya friksi perdagangan dan pergolakan di negara emerging market.

Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) menyatakan bahwa ekonomi dunia berada di jalur pertumbuhan sebesar 3,7% tahun ini dan tahun depan. Angka ini naik dari 3,6% tahun 2017 lalu.

Padahal, dalam prospek ekonomi sebelumnya pada bulan Mei, organisasi internasional yang berbasis di Paris ini memproyeksikan pertumbuhan sebesar 3,8% tahun ini, dan 3,9% pada 2019. Dalam proyeksi terbarunya yang dirilis hari ini, Kamis (20/9/2018), pertumbuhan dinyatakan telah mencapai puncaknya sejak proyeksi terakhir dibuat.

“Pertumbuhan perdagangan, penggerak di balik kenaikan global dalam beberapa tahun terakhir, telah melambat tahun ini menjadi sekitar 3% dari 5% pada tahun 2017 saat tensi antara Amerika Serikat (AS) dan mitra dagang utamanya membebani kepercayaan dan investasi,” jelas OECD, seperti dikutip dari Reuters.

Meski AS adalah sumber dari friksi perdagangan ini, prospek ekonomi AS justru paling terang di antara negara-negara maju dalam OECD, berkat kebijakan pemotongan pajak dan pengeluaran pemerintah.

OECD mempertahankan proyeksinya untuk pertumbuhan AS tahun ini di 2,9%, tetapi memangkas proyeksi pertumbuhan untuk tahun depan menjadi 2,7%, dari proyeksi sebelumnya sebesar 2,8%. Tarif impor AS disebutkan mulai berdampak pada negara berkekuatan ekonomi terbesar di dunia ini.

Sejumlah produk khusus bahkan lebih terdampak, dengan harga untuk mesin cuci di AS melonjak 20% antara Maret dan Juli, sedangkan ekspor mobil AS ke China turun hampir 40% selama satu tahun.

“[Di sisi lain] mata uang yang lebih lemah sejauh ini telah membantu China - yang bukan anggota OECD - menyerap dampak tarif AS yang lebih tinggi,” lanjutnya. Proyeksi pertumbuhan China dipertahankan di 6,7% untuk tahun ini dan 6,4% untuk tahun depan.

Sementara itu, kenaikan suku bunga AS beserta penguatan dolar AS disebut menimbulkan permasalahan dalam pasar negara berkembang (emerging market) seperti Argentina, Brasil, dan Turki. Proyeksi pertumbuhan untuk ketiga negara ini pun dipangkas.

Di zona Euro, proyeksi pertumbuhan untuk tahun ini diturunkan menjadi 2,0% dari 2,2%. Adapun prospek untuk tahun depan turun menjadi 1,9% dari 2,1%.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Fajar Sidik
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper