Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rupiah Melemah, Butuh Keberanian Pemerintah Naikkan BBM

Pemerintah memiliki ruang yang kuat untuk melakukan penyesuaian harga bahan bakar minyak baik subsidi dan nonsubsidi untuk menstabilkan gejolak nilai tukar yang dipicu oleh kenaikan harga minyak dunia. 
ilustrasi./JIBI-Dwi Prasetya
ilustrasi./JIBI-Dwi Prasetya

Bisnis.com, JAKARTA--Pemerintah memiliki ruang yang kuat untuk melakukan penyesuaian harga bahan bakar minyak baik subsidi dan nonsubsidi untuk menstabilkan gejolak nilai tukar yang dipicu oleh kenaikan harga minyak dunia. 

Kepala Ekonom PT Maybank Indonesia Tbk. Juniman menuturkan pemerintah sebenarnya mempunyai ruang untuk melakukan penyesuaian harga bahan bakar minyak (BBM) karena inflasi sedang berada di level yang rendah-rendahnya. 

''Ini butuh keberanian pemerintah di tahun politik seperti ini," ungkap Juniman, Selasa (02/10).

Menurut Juniman, pemerintah akan memilih untuk berusaha sekuat mungkin untuk menghindari keputusan yang tidak populis dan memilih kebijakan B20. Padahal, dia melihat kebijakan B20 perlu waktu. Juniman memperkirakan paling cepat kebijakan ini akan terlihat dampaknya pada kuartal IV/2018 dan paling lambat awal tahun depan. 

Jika demikian, harapan pemerintah hanya kondisi ketidakpastian global dapat mereda. 

Kenaikan harga minyak, sambung Juniman, terjadi bukan hanya karena faktor pasokan dan permintaan. Faktor geopolitik yang terjadi di Iran cukup berpengaruh, selain pengurangan produksi di Venezuela dan AS. 

Akibatnya, harga minyak brent naik di atas US$80 per barel. Kenaikan harga minyak yang memicu pelebaran defisit transaksi berjalan Indonesia. Pasalnya, Indonesia tercatat sebagai net importir minyak. Juniman mengakui, pemerintah miliki risiko minim dari kenaikan harga minyak karena risiko tersebut sudah ditanggung oleh PLN dan Pertamina. 

Akan tetapi, kenaikan harga minyak tetap akan meningkatkan neraca migas di dalam neraca perdagangan Indonesia yang posisinya tengah defisit. Bahkan, Juniman memperkirakan neraca perdagangan akan kembali defisit sebesar US$500 juta. 

Jika demikian, defisit transaksi berjalan dapat melebar hingga di atas 3% pada kuartal III/2018, yakni di kisaran 3,5%-4%. 'Ini akan semakin membuat rupiah tertekan," ujar Juniman. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Hadijah Alaydrus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper