Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Inflasi Turki Hampir 25%, Lira Ambrol Lagi

Inflasi di Turki kembali naik bahkan melonjak mencapai hampir 25% pada September, tertinggi dalam satu setengah dekade.
Uang lira Turki./Reuters-Murad Sezer
Uang lira Turki./Reuters-Murad Sezer

Bisnis.com, JAKARTA – Inflasi di Turki kembali naik bahkan melonjak hampir mencapai 25% pada September, tertinggi dalam satu setengah dekade.

Hal ini menggarisbawahi dampak mendalam dari krisis mata uang pada konsumen dan ekonomi yang lebih luas.

Berdasarkan data yang ditunjukkan Turkish Statistical Institute hari ini, Rabu (3/10/2018), inflasi tercatat mencapai 24,52% pada September dari tahun sebelumnya.

Adapun dari bulan sebelumnya, inflasi naik 6,3%, jauh lebih tinggi dari prediksi kenaikan rata-rata sebesar 3,6% dalam jajak pendapat Reuters.   

Sementara itu, harga makanan dan minuman non-alkohol, kunci terhadap inflasi harga konsumen, naik 6,4% month-on-month.

Data yang sama menunjukkan, perabotan dan perlengkapan rumah tangga membukukan kenaikan bulanan tertinggi yakni 11,41%, disusul oleh transportasi  yang mencapai 9,15%.

Di sisi lain, harga produsen naik 10,88% month-on-month pada bulan September untuk kenaikan tahunan sebesar 46,15%.

Menyusul laporan tersebut, nilai tukar lira terpantau lanjut melorot 0,77% ke level 6,0313 terhadap dolar AS pada pukul 15.12 WIB berdasarkan data Bloomberg, setelah berakhir melemah 0,76% di posisi 5,9851 pada Selasa (2/10).

Setelah inflasi tercatat naik 17,9% year-on-year pada bulan Agustus, Bank Sentral Turki mengisyaratkan akan mengambil tindakan atas "risiko signifikan" terhadap stabilitas harga.

Pihak otoritas moneter tersebut kemudian menaikkan suku bunga acuannya sebesar 625 basis poin pada 13 September, kenaikan terbesar dalam masa pemerintahan Presiden Recep Tayyip Erdogan selama 15 tahun. Langkah ini memberi sedikit dukungan kepada nilai tukar lira yang sebelumnya tertekan.

Lira Turki telah turun sekitar 40% sepanjang tahun ini, terbebani kekhawatiran tentang kontrol Presiden Erdogan seputar kebijakan moneter serta keretakan diplomatik dengan pemerintah Amerika Serikat (AS).

Aksi jual tersebut telah mendorong harga mulai dari makanan hingga bahan bakar sekaligus mengikis kepercayaan investor terhadap pasar negara tersebut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Fajar Sidik

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper