Bisnis.com, JAKARTA – Bank Indonesia diperkirakan tetap agresif melakukan intervensi sepanjang harga minyak masih menanjak naik. Hal ini berpotensi menekan cadangan devisa Indonesia yang masih diklaim bank sentral cukup kuat.
Kepala Ekonom Bahana Sekuritas Satria Sambijantoro menuturkan kondisi ini membuat BI kesulitan.
"BI tidak memiliki pilihan lain selain mengintervensi untuk menopang rupiah," papar Satria, Jumat (5/10/2018).
Ketika harga minyak naik, depresiasi nilai tukar akan memperlebar defisit neraca migas.
Akibatnya, rupiah akan terjebak dalam siklus pelemahan yang lebih parah lagi.
Satria berharap Kementerian Keuangan dan Kementerian ESDM mengambil langkah terobosan yang dapat mendorong produsen minyak meningkatkan hasil produksinya dan menekan defisit neraca migas.
"Atau mengeluarkan kebijakan yang mendorong eksportir menyimpan DHE di dalam negeri dan meningkat cadangan devisa," papar Satria.
Dia menekankan rupiah yang tertekan menjadi masalah yang membutuhkan lebih dari sekedar kebijakan moneter.
"Dengan bank sentral yang telah secara pre-emptive menaikkan suku bunga 150 bps dan menguras cadangan devisa US$15,4 miliar tahun ini, tugas sekarang di tangan pemerintah untuk memperbaiki masalah struktural yang membebani rupiah," tegas Satria.
Sejauh ini, posisi cadangan devisa sebesar US$114,8 miliar merupakan posisi terendah dalam dua tahun terakhir. Selain itu, terkurasnya devisa Indonesia hingga US$15,4 miliar atau 11,9% merupakan yang tertinggi di antara negara Asia lainnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel