Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

IMF: Perang Dagang AS-China Tidak Akan Membaik Dalam Waktu Dekat

Kepala Ekonom Dana Moneter Internasional (IMF) Maurice Obstfeld mengatakan tensi tinggi perdagangan antara AS dan China tidak akan membaik dalam waktu dekat.
Kepala Ekonom IMF, Maurice Obstfeld (tengah) saat menyampaikan Economic Outlook 2018 dan 2019, di Nusa Dua, Bali, Selasa (9/10/2018). IMF menurunkan perkiraan pertumbuhan ekonomi global dari 3,9% April lalau menjadi 3,7%. (Rinaldi M. Azka/Bisnis).
Kepala Ekonom IMF, Maurice Obstfeld (tengah) saat menyampaikan Economic Outlook 2018 dan 2019, di Nusa Dua, Bali, Selasa (9/10/2018). IMF menurunkan perkiraan pertumbuhan ekonomi global dari 3,9% April lalau menjadi 3,7%. (Rinaldi M. Azka/Bisnis).

Bisnis.com, JAKARTA – Kepala Ekonom Dana Moneter Internasional (IMF) Maurice Obstfeld mengatakan tensi tinggi perdagangan antara AS dan China tidak akan membaik dalam waktu dekat.

“Ada awan di cakrawala, pertumbuhan telah terbukti kurang seimbang dari yang kami harapkan, tidak hanya pada sisi keseimbangan risiko, kemungkinan guncangan negatif lebih lanjut untuk proyeksi pertumbuhan kami telah meningkat,” jelasnya di dalam Konferensi Pers World Economic Outlook (WEO) di Nusa Dua, Bali, Selasa (9/10/2018).

Meskipun demikian, dia menilai tren positif pada pertumbuhan ekonomi AS hanya akan bertahan sepanjang insentif fiskal terus diberikan. Artinya, momentum pertumbuhan AS akan berhenti saat pemerintahannya menghentikan insentif pajaknya saat ini.

Sementara itu, dia pun turut merevisi pertumbuhan ekonomi negara AS dan China, sebagai akibat dari perang dagang mereka yang berkelanjutan.

Menurutnya, pertumbuhan ekonomi AS diproyeksikan turun 0,2% menjadi 2,5% pada 2019 karena tarif yang diberlakukan baru-baru ini atas impor barang porselen dan pembalasan China.

“Pertumbuhan fundamental China yang diharapkan juga ditandai turun walaupun ada kebijakan domestik China kemungkinan akan mencegah penurunan pertumbuhan yang lebih besar,” tuturnya.

Dia pun merangkum secara keseluruhan dibandingkan dengan 6 bulan yang lalu, Pada 2018 dan 2019 pertumbuhan ekonomi di negara maju menjadi lebih rendah 0,1% termasuk penurunan peringkat dari kawasan Eropa dan Inggris.

Revisi negatif pula untuk pasar negara emerging dan negara berkembang lebih parah, berkurang 0,2% pada tahun ini dan 0,4% pada tahun depan.

Menurutnya, negara emerging telah mengelola dampak dari pengetatan likuiditas yang terjadi dan ketidakpastian akibat perang dagang dengan baik.

“Likuiditas dari banyak negara berkembang mengelola secara relatif baik mengingat keadaan umum yang diperketat yang mereka hadapi dengan menggunakan kerangka moneter yang mapan berdasarkan fleksibilitas nilai tukar, tetapi tidak dapat disangkal bahwa kerentanan terhadap guncangan global telah meningkat,” jelasnya.

Maka, setiap pembalikan tajam untuk pasar negara emerging akan menyebabkan ancaman signifikan bagi negara maju karena emerging market dan ekonomi berkembang memiliki PDB lebih dari sekitar 40% dari PDB dunia.

Tantangan yang dihadapi negara emerging dan negara berkembang saat ini beragam dalam menghadapi berbagai tantangan jangka panjang mulai dari memperbaiki lingkungan investasi, mengurangi anomali pasar tenaga kerja, hingga meningkatkan sistem pendidikan.

Maurice menyimpulkan saat ini yang terutama adalah memastikan pertumbuhan inklusif  yang mengutamakan kualitas dibandingkan kuantitas bagi negara emerging.

International Monetary Fund (IMF) juga mengoreksi proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia dari 3,9% pada April lalu, menjadi 3,7% untuk proyeksi baik 2018 maupun 2019. Sementara itu, IMF menilai negara emerging dinilai cukup baik dalam hadapi pengetatan dan ketidakpastian perdagangan global.

Risiko negatif (downside risk) untuk pertumbuhan ekonomi global telah mencuat sejak enam bulan terakhir, mengelamkan prospek cerah ekonomi ke depannya.

Dana Moneter Internasional (IMF) menyebutkan bahwa laju stabil yang dinikmati oleh ekonomi global sejak pertengahan 2016 memang masih berlanjut, tapi kini ekspansinya telah menjadi kurang seimbang dan bahkan telah mencapai puncaknya di beberapa ekonomi utama dunia.

Adapun IMF menyebutkan bahwa risiko yang mungkin muncul, di antaranya risiko dari peningkatan hambatan dagang serta arus modal keluar dari negara berkembang (emerging market) yang memiliki fundamental lemah, kini telah semakin nyata.

IMF menegaskan, eskalasi tensi dagang serta pergeseran arah kebijakan menjauhi multilateral dan sistem perdagangan berbasis aturan merupakan ancaman utama untuk prospek ekonomi global ke depan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Fajar Sidik
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper