Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

IMF Umumkan Monitor Fiskal, Rasio Pajak Indonesia Jadi Sorotan

International Monetary Fund (IMF) menilai rasio pajak terhadap PDB Indonesia di level 10,78% masih rendah. Hal ini dinilai bertolak belakang dengan upaya pembangunan infrastruktur yang tengah dilakukan pemerintah.
Direktur Departemen Fiskal IMF Vitor Gaspar (tengah) didampingi Wakil Direktur Abdel Senhadji (kiri) dan Petugas Pers Departemen Komunikasi IMF Ting Yan (kanan) menyampaikan materi tentang Fiscal Monitor pada konferensi pers dalam rangkaian pertemuan tahunan IMF - World Bank Group 2018 di Nusa Dua, Bali, Rabu (10/10/2018)./ANTARA-Anis Efizudin
Direktur Departemen Fiskal IMF Vitor Gaspar (tengah) didampingi Wakil Direktur Abdel Senhadji (kiri) dan Petugas Pers Departemen Komunikasi IMF Ting Yan (kanan) menyampaikan materi tentang Fiscal Monitor pada konferensi pers dalam rangkaian pertemuan tahunan IMF - World Bank Group 2018 di Nusa Dua, Bali, Rabu (10/10/2018)./ANTARA-Anis Efizudin

Bisnis.com, NUSADUA -- International Monetary Fund (IMF) menilai rasio pajak terhadap PDB Indonesia di level 10,78% masih rendah. Hal ini dinilai bertolak belakang dengan upaya pembangunan infrastruktur yang tengah dilakukan pemerintah.
 
IMF pun merekomendasikan agar Pemerintah Indonesia dan negara-negara emerging market lainnya melakukan perbaikan penerimaan pajak dan memanfaatkan kekayaan negara supaya menghasilkan pendapatan.
 
Direktur Departemen Urusan Fiskal IMF Vitor Gaspar memuji upaya Pemerintah Indonesia yang membangun infrastruktur, tetapi dia pun menyayangkan rasio pajak yang masih rendah. 
 
"Anda akan, tentu saja, tahu bahwa rasio pajak terhadap PDB sangat rendah di Indonesia dan sangat jauh di bawah negara-negara tetangganya. Penelitian dari IMF telah mengidentifikasi bahwa [rasio pajak] 15% dari PDB adalah rasio minimum yang diinginkan untuk rasio pajak terhadap PDB dan Indonesia berada di bawah tingkat itu," jelasnya dalam konferensi pers Monitor Fiskal dalam rangkaian Annual Meeting IMF-World Bank Group 2018, Nusa Dua, Bali, Rabu (10/10/2018).
 
Menurut Gaspar, yang dibutuhkan Indonesia adalah strategi pembangunan yang berkelanjutan, di mana orientasi pembuatan kebijakan mengarah untuk jangka panjang. Strategi tersebut sebaiknya ditekankan pada investasi, termasuk investasi dalam modal manusia, sosial, dan fisik.
 
"Upaya untuk meningkatkan infrastruktur publik perlu dilengkapi dengan upaya untuk meningkatkan pendidikan dan kesehatan. Jadi, investasi pada manusia. Agar investasi ini di bidang infrastruktur, kesehatan, dan pendidikan menjadi layak, penting untuk membangun kapasitas negara dan pajak di Indonesia," lanjutnya.
 
Sementara itu, secara umum, kondisi fiskal di negara maju maupun emerging dinilai tengah dalam kondisi ekspansif. Hal ini dapat dilihat dari utang global yang terus meningkat pada 2017, di mana terjadi rekor tertinggi baru yang mencapai US$182 triliun.
 
"AS dan China bersama-sama mewakili hampir dua pertiga peningkatan. Namun, itu hanya sebagian dari gambar keseluruhan di mana aset menjadi penting. Bukan hanya seberapa banyak Anda berutang tetapi juga seberapa banyak Anda memiliki," terang Gaspar.
 
Sayangnya, ekspansi tersebut dipandang tidak akan berlanjut selamanya. Pasalnya, seperti diungkapkan dalam World Economic Outlook (WEO) yang dirilis beberapa hari lalu, peningkatan risiko semakin tinggi dan beberapa risiko terhadap perekonomian telah terwujud. 

Oleh karena itu, dia menuturkan sudah saatnya membangun ruang fiskal untuk melawan resesi berikutnya. IMF menyatakan kompilasi sistematis penggunaan neraca sektor publik dapat berujung pada biaya pembayaran utang yang lebih rendah dan pengembalian aset yang lebih tinggi, atau manajemen risiko yang lebih baik. 
 
Maka, IMF menilai pengelolaan kekayaan publik untuk tujuan ekonomi dan sosial masyarakat menjadi penting, terutama dalam membangun kapasitas pajak.
 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper