Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

BI: Pertumbuhan Ekonomi Kuartal III di Bawah 5,2 Persen

Pertumbuhan ekonomi pada kuartal III/2018 diprediksi di bawah 5,2% atau melambat dibandingkan kuartal II/2018 yang tercatat sebesar 5,27%.
Proyeksi pertumbuhan ekonomi Asia 2018-2018 versi IMF./Bisnis-Radityo Eko
Proyeksi pertumbuhan ekonomi Asia 2018-2018 versi IMF./Bisnis-Radityo Eko

Bisnis.com, JAKARTA — Pertumbuhan ekonomi pada kuartal III/2018 diprediksi di bawah 5,2% atau melambat dibandingkan kuartal II/2018 yang tercatat sebesar 5,27%.

Gubernur Bank Indonesia (BI) mengungkapkan pertumbuhan di bawah 5,2% bukan berarti jelek karena angka ini masih masuk ke dalam kisaran sasaran yang ditetapkan sebelumnya, yakni 5%-5,4%. 

"Kuartal III di atas 5% tapi kecenderungannya sedikit di bawah titik tengah 5,2%. [Namun] Akan terjadi perbaikan di kuartal IV," kata Perry, Jumat (26/10/2018). 

Selain itu, dia bersikukuh pertumbuhan tersebut masih menunjukkan proses pemulihan. Walaupun pemulihannya tidak secepat yang diharapkan. BI melihat pertumbuhan pada kuartal III/2018 akan disumbang dari sisi pengeluaran, yakni konsumsi dan investasi. 

Adapun, konsumsi diperkirakan tumbuh di atas 5%. "Kalau konsumsi di atas 5%, berarti daya beli cukup bagus karena antara lain tingkat harganya terkendali," tambahnya. Sementara itu, investasi diperkirakan akan berada di atas 7% yang berasal baik dari investasi bangunan dan nonbangunan. 

"Triwulan III bisa di atas 7%. Sumber dari investasinya itu tidak hanya bangunan tapi juga nonbangunan. Nonbangunannya itu apa, indikatornya purchasing manufacturing index [PMI]," katanya.

Sebelumnya, pada kuartal II/2018, investasi tumbuh melambat sebesar 5,9%, dibandingkan 7,95% pada kuartal I/2018.

Dari faktor di atas, Perry menegaskan perlambatan pertumbuhan ekonomi pada kuartal III/2018 bukan dipengaruhi oleh permintaan dalam negeri. Namun, ini masalah net external demand atau net ekspor. Net external demand ini disusun dari nilai ekspor yang dikurangi oleh impor. 

Masalah di dalam net ekspor ini dipicu oleh buruknya kinerja ekspor akibat penurunan ekspor unggulan seperti minyak sawit dan batu bara. Sementara itu, dampak pengendalian impor untuk menekan defisit neraca perdagangan baru mulai terlihat pada September hingga ke depannya. 

"Sehingga wajar net external demand belum memberikan kontribusi positif. Itu yang menyebabkan pertumbuhan ekonominya masih di bawah titik tengah 5,2%. Jadi jangan dilihat, wah ini melambat, resesi Pak!," tegas Perry. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Hadijah Alaydrus
Editor : Sutarno
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper