Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Target Investasi Sepanjang 2018 Dipastikan Meleset

Realisasi investasi sepanjang tahun 2018 dipastikan tidak akan mencapai target awal Rp765 triliun seiring dengan kondisi ekonomi dalam dan luar negeri yang tidak mendukung. 
Kepala BKPM Thomas Trikasih Lembong./JIBI-Endang Muchtar
Kepala BKPM Thomas Trikasih Lembong./JIBI-Endang Muchtar

Bisnis.com, JAKARTA - Realisasi investasi sepanjang tahun 2018 dipastikan tidak akan mencapai target awal Rp765 triliun seiring dengan kondisi ekonomi dalam dan luar negeri yang tidak mendukung. 

Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Thomas T. Lembong mengungkapkan pihaknya sudah menyurati Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas dan Kementerian Keuangan terkait hal ini pada kuartal II/2018.

"Target itu tidak realistis sehingga perlu direvisi menjadi Rp730 triliun karena kami sudah bisa memprediksi dengan tidak adanya terobosan yang berarti pada 2017 tidak mungkin kita bisa mempertahankan pertumbuhan investasi seperti yang diharapkan," papar Lembong dalam konferensi pers realisasi investasi PMA dan PMDN kuartal III/2018 di kantor BKPM, Jakarta, Senin (30/10).

Jika dibandingkan dengan tahun lalu yang mencapai Rp693 triliun, peningkatannya hanya sebesar 5% menjadi Rp730 triliun. Nilai nominal ini jika dipotong inflasi sebesar 3,5%, maka pertumbuhan investasi secara rill hanya sebesar 1,5% pada tahun ini. 

Melihat realisasi tahun ini, dia berharap pemerintah segera melakukan terobosan untuk mengembalikan momentum investasi pada tahun depan. 

"Harapannya pada 2019 bisa kembali pertumbuhan double digit," ungkap Lembong. Pasalnya, dia mengakui motor pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam beberapa tahun terakhir sangat dipengaruhi oleh ekspor dan investasi. Kedua sektor ini saling terkait satu sama lain. Tidak mungkin ada ekspor, kalau tidak ada investasi.

Sepanjang 2018, BKPM melihat pertumbuhan investasi Indonesia berada dalam fase yang 'soft' atau melambat. Jika investasi sepanjang tahun ini melemah, dia menegaskan hal tersebut cerminan upaya yang kurang berhasil pada 12 bulan lalu. 

Menurutnya, implementasi dari kebijakan yang proinvestasi masih kurang. Adapun, kondisi global terkait dengan perang dagang dan penguatan dolar AS berada di luar kendali pemerintah sehingga fokus pada faktor eksternal lebih penting saat ini. 

"Jadi kita harus menyikapi dengan dewasa dan mengakui bahwa, mohon maaf, eksekusi dan implementasi visi presiden masih kurang," ungkap Lembong. 

Oleh karena itu, dia mengungkapkan pemerintah tengah menggodok terobosan untuk mengembalikan momentum positif tren investasi. Terobosan ini diharapkan berdampak dapat terasa dalam jangka pendek, yakni pada kuartal IV/2018 atau kuartal I/2019.

Dia meyakini ada beberapa sektor yang bisa dikejar a.l. kimia, petrokimia, otomotif, industri baja dan e-Commerce serta ekonomi digital. 

Kebijakan yang akan menjadi terobosan pemerintah yaitu perluasan tax holiday dan pelonggaran daftar negatif investasi (DNI) untuk sektor pendidikan. 

Lembong menuturkan tax holiday ini dimaksudkan untuk memancing investasi yang tertunda sehingga bisa dikejar realisasinya secepatnya. Hal ini memerlukan terobosan yang 'nendang'.

"Kalau kita memberikan tax holiday di mana hanya 3% dari subsektor ekonomi yang diperbolehkan. Saya kira itu contoh yang sangat tidak 'nendang'," ujar Lembong. 

Sementara itu, revisi DNI di sektor pendidikan ini terkait dengan perjanjian dagang Indonesia dan Australia (IA-CEPA). Menurut Lembong, pemerintah sudah berkomitmen untuk membuka sektor universitas dan pendidikan vokasi.

"Kalau universitas dan pendidikan vokasi di Australia bisa masuk di 2019, itu bisa menjadi sumber pertumbuhan ekonomi yang baru." Selain itu, dia melihat Indonesia tengah mengalami kekurangan tenaga terampil. Dengan adanya, pendidikan vokasi dari Australia diharapkan tenaga kerja terampil dibentuk untuk menopang sektor industri, jasa dan pariwisata. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Hadijah Alaydrus

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper