Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Menjaga Pertumbuhan Dua Digit Kredit Bank di Tahun Politik

Pertumbuhan kredit perbankan pada 2019 diprediksi moderat, sedikit lebih rendah dibandingkan dengan pencapaian dua digit tahun ini akibat persaingan ketat perebutan dana dan suhu politik yang kian menghangat.
Kinerja kredit perbankan pada tahun ini mengalami titik balik. Setelah dalam 2 tahun terakhir berkutat pada level satu digit. Per September 2018 kredit mencatatkan pertumbuhan sebesar 12,69% (year-on-year).  Bahkan otoritas optimistis kredit bisa mencapai 13% pada tahun ini, atau di atas proyeksi semula 10%-12%.
Kinerja kredit perbankan pada tahun ini mengalami titik balik. Setelah dalam 2 tahun terakhir berkutat pada level satu digit. Per September 2018 kredit mencatatkan pertumbuhan sebesar 12,69% (year-on-year). Bahkan otoritas optimistis kredit bisa mencapai 13% pada tahun ini, atau di atas proyeksi semula 10%-12%.

Bisnis.com, JAKARTA — Pertumbuhan kredit perbankan pada 2019 diprediksi moderat, sedikit lebih rendah dibandingkan dengan pencapaian dua digit tahun ini akibat persaingan ketat perebutan dana dan suhu politik yang kian menghangat.

Pertumbuhan kredit menjadi topik headline koran cetak Bisnis Indonesia edisi Jumat (8/11/2018). Berikut laporannya.

Hingga September 2018, realisasi pertumbuhan kredit industri perbankan mencapai 12,69%. Hal itu membuat Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengubah proyeksi pertumbuhan dari 10%—12% menjadi setidaknya 13% pada akhir tahun.

Pencapaian tersebut merupakan rekor dalam 5 tahun terakhir. Sejak 2014 pertumbuhan tahunan penyaluran kredit perbankan tidak pernah melebihi angka 12%.

Ekonom PT Bank Central Asia Tbk. David E. Sumual memprediksi penyaluran kredit oleh perbankan masih tetap bisa tumbuh dua digit. Faktor hasil pemilihan umum dan pemilihan presiden juga akan menjadi penentu perbankan dalam melakukan ekspansi usaha pada tahun depan.

“Pertumbuhan 10% sudah bagus tahun depan, tetapi mungkin bisa lebih tinggi. Perlu dilihat hasil pemilu seperti apa. Itu satu faktor eksternal juga,” kata David, Rabu (7/11/2018).

Secara umum David melihat Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 tidak akan berpengaruh signifikan terhadap kebutuhan kredit pelaku usaha. Kedua pasangan tidak memiliki kecenderungan untuk mengubah fundamental ekonomi dalam negeri.

Akan tetapi, tidak dapat dipungkiri bahwa sejumlah debitur kakap yang bergerak pada bidang usaha tertentu terbilang sensitif terhadap kebijakan pemerintah. “Biasanya yang berkaitan dengan natural resources,” kata David.

Direktur Riset Centre of Economic Reform (CORE) Piter Abdullah menuturkan proyeksi pertumbuhan kredit perbankan pada 2019 berada pada kisaran 10%—11%, tergantung dari skenario yang terjadi tahun depan.

Pasalnya, kondisi global arahnya akan tetap sulit ditebak, belum lagi perkembangan perang dagang yang tidak bisa diprediksi. Sementara itu, dari dalam negeri, usai pemilu tahun depan, pemerintah pasti akan melakukan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM).

“Jadi kami lihat paling tidak semester II/2019 BBM akan naik yang berpengaruh pada inflasi dan daya beli. Lalu berpengaruh ke konsumsi dan mengerem investasi yang pada akhirnya demand kredit turun,” kata Piter.

Adapun dari kategori bank umum kelompok usaha (BUKU), Piter mengakui bank kecil BUKU I dan II tetap yang paling harus menjaga stabilitas kinerja. Sebab, pengetatan likuiditas akan cukup memukul mengingat bank kategori ini tidak memiliki sumber dana dari luar dan payroll.

Ekonom Indef Bhima Yudhistira bahkan memiliki angka proyeksi yang lebih ketat. “Pertumbuhan kredit tahun depan diperkirakan bergerak stabil di 8,5%—9,5%,” katanya.

Pasalnya pada tahun politik baik pelaku usaha dan perbankan akan lebih berhati-hati menyalurkan pendanaan. Belum lagi suku bunga acuan Bank Indonesia diperkirakan masih kembali naik untuk menyesuaikan dengan The Fed.

Hal itu secara langsung akan memengaruhi beban debitur. Tidak menutup kemungkinan pelaku usaha akan mencari sumber pendanaan alternatif yang memiliki biaya lebih murah. “Intinya bank akan sangat selektif salurkan kredit untuk menghindari risiko yang cenderung meningkat,” ujar Bhima.

Menurut Bhima, pada tahun depan, sektor usaha pengangkutan, komunikasi, konstruksi, dan bidang jasa yang terkait dengan wisata seperti perhotelan serta restoran memiliki kebutuhan dana untuk ekspansi.

Adapun proyeksi moderat juga disampaikan Ekonom Maybank Indonesia Myrdal Gunarto yang menyebutkan pertumbuhan kredit 2019 diproyeksikan di level 10,08% sedikit terkoreksi dari pencapaian tahun ini yang 11,08%.

Menurutnya, walaupun punya akses yang lebih baik, bank-bank papan atas, yakni bank umum kelompok usaha BUKU III dan BUKU IV tidak bisa seenaknya melakukan kenaikan bunga untuk menarik simpanan.

“Sebab mereka harus tetap menjaga posisi NIM yang lebar. Apalagi, potensi crowding out juga cukup terbuka seiring kebutuhan pendanaan pemerintah yang terus meningkat,” katanya, Rabu (7/11).

TETAP OPTIMISTIS

Sementara itu, para bankir tetap menyuarakan optimisme. Direktur Utama PT Bank Central Asia Tbk. (BCA) Jahja Setiaatmadja meyakini penyaluran kredit perbankan akan lebih baik. “Kami cukup optimis tahun depan lebih bagus, tetapi untuk konservatif-nya mungkin kami perkirakan 10%-12%,” ujarnya kepada Bisnis, Kamis (8/11).

Dirut PT Bank Rakyat Indonesia Tbk. (Persero) Suprajarto menyampaikan, apabila melihat target pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2019 yang lebih baik dari 2018, permintaan kredit pada tahun depan masih cukup besar.

Namun, menurutnya, pertumbuhan kredit sangat tergantung dengan kondisi likuiditas atau pertumbuhan dana. Apabila pertumbuhan dana tidak mengalami perbaikan, sambungnya, pertumbuhan kredit pada 2019 kemungkinan sedikit lebih rendah dari 2018.

Sementara itu, Dirut BTN Maryono menyampaikan bahwa perseroan akan tetap fokus di sektor perumahan dan properti. “Target kami akan tumbuh kredit sebesar 15% yang lebih besar daripada industri,” ujarnya.

Pada kesempatan berbeda, Chief Executive Officer Citibank N.A. Indonesia Batara Sianturi mengatakan pertumbuhan kredit tahun ini memang sangat kencang. Capaian kuartal ketiga sudah jauh melampaui target yang dipatok awal tahun, yakni 8%.

Hingga September 2018, Citi Indonesia menyalurkan kredit sebesar Rp48,5 triliun atau naik 21,9%. Sektor keuangan, pertambangan, dan manufaktur menjadi kontributor utama.

Menurut Batara yang juga menjabat sebagai Ketua Perhimpunan Bank Asing, tahun depan banyak faktor eksternal yang juga memengaruhi, satu di antaranya kontestasi politik. Selain itu diperkirakan Bank Indonesia akan menaikkan suku bunga acuan sebanyak dua kali hingga tahun depan.

Direktur Utama BRI Agro Agus Noorsanto mengatakan bahwa sektor konstruksi atau infrastruktur seharusnya tetap tumbuh cemerlang. Kemudian, diikuti oleh kredit ritel dan konsumsi yang akan naik menjelang Pilpres.

Presiden Direktur PT Bank Maybank Indonesia Tbk. Taswin Zakaria menambahkan pihaknya berani mematok proyeksi kredit bertumbuh hingga 10%—11%, lebih tinggi dari pencapaian tahun ini yang hanya satu digit.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper