Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

SBN Ritel Jadi Penjaga Stabilitas Pasar Keuangan

Pemerintah akan semakin gencar menerbitkan instrumen surat berharga negara (SBN) ritel tahun depan dengan target emisi 10 seri senilai lebih dari Rp60 triliun guna menjaga pasar keuangan dalam negeri lebih stabil.
Rencana pembiayaan APBN dengan menerbitkan SBN
Rencana pembiayaan APBN dengan menerbitkan SBN

Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah akan semakin gencar menerbitkan instrumen surat berharga negara (SBN) ritel tahun depan dengan target emisi 10 seri senilai lebih dari Rp60 triliun guna menjaga pasar keuangan dalam negeri lebih stabil.

Topik SBN ritel diangkat untuk headline koran cetak Bisnis Indonesia edisi Rabu (12/12/2018). Berikut laporannya

Pasalnya, semakin tinggi penerbitan instrumen SBN ritel, porsi kepemilikan investor asing pada SBN akan menurun sehingga kerentanan pasar obligasi dalam negeri terhadap sentimen global dapat ditekan.

Per 7 Desember, porsi asing di pasar SBN mencapai 37,84% atau mencapai Rp898,54 triliun. Porsi tersebut turun dibandingkan dengan akhir tahun lalu 39,86%.

Loto Srinaita Ginting, Direktur Surat Utang Negara Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan memerinci, 10 instrumen tersebut, yaitu lima instrumen surat utang negara (SUN), yang terdiri atas satu kali penerbitan obligasi ritel Indonesia (ORI) dan empat kali penerbitan saving bond retail (SBR).

Selain itu, pemerintah juga akan menerbitkan lima instrumen sukuk negara, yakni satu instrumen sukuk ritel (SR) dan empat instrumen sukuk tabungan (ST).

“Jadi, kami akan terbitkan 2 kali instrumen yang tradeable dan 8 kali instrumen yang non-tradeable . Total 10 instrumen,” katanya, Selasa (11/12).

Loto mengatakan, pemerintah akan menawarkan satu instrumen setiap bulan, kecuali pada periode Lebaran dan Desember. Penerbitan pertama pada Januari 2019 adalah instrumen SBR seri SBR005. Masa penawarannya akan dilakukan pada 10—24 Januari 2019.

Kepercayaan diri pemerintah menerbitkan SBN dipicu oleh keberhasilan menerbitkan lima instrumen pada tahun ini.

Kelima instrumen itu adalah Sukuk Ritel seri SR-010, Saving Bond Retail seri SBR003 dan SBR004, Obligasi Ritel Indonesia seri ORI015, dan Sukuk Tabungan seri ST-002. Total nilai penerbitan yang diraup pemerintah dari emisi 5 seri ini mencapai Rp46,01 triliun, dari target semula hanya Rp30 triliun.

Loto mengatakan kebutuhan penerbitan SBN tahun depan mencapai Rp825,7 triliun (bruto) untuk membiayai defisit yang dipatok 1,84%. (Lihat infografis)

Investor, katanya, disarankan sesegera mungkin membeli SBN pada semester pertama, sebab tidak tertutup kemungkinan kebutuhan pendanaan pemerintah dapat terpenuhi lebih cepat. Contohnya pada tahun ini, ketika pemerintah akhirnya memutuskan membatalkan sisa lelang yang seharusnya digelar sejak akhir November hingga Desember.

Menurut Loto, target SBN netto tahun depan Rp389 triliun. Namun, apabila realisasi kebutuhan pendanaan APBN 2019 ternyata lebih kecil, pemerintah dapat mengurangi target pembiayaan.

Anup Kumar, senior analis Bank Maybank Indonesia menilai positif rencana pemerintah. Apalagi, daya tarik instrumen SBN ritel tahun depan juga akan semakin tinggi.

“Investor ritel yang sangat sensitif terhadap besaran kupon akan dimanjakan dengan tingginya kupon SBN ritel tahun depan. Kami mengasumsikan BI 7 Days Repo Rate akan meningkat lagi setidaknya 2 kali pada tahun depan, sehingga turut mengerek yield SBN,” katanya, kemarin.

I Made Adi Saputra, Kepala Divisi Riset Fixed Income MNC Sekuritas, mengingatkan tingginya emisi SBN ritel tentu turut berimbas pada tingginya biaya dana yang akan dikucurkan pemerintah, sebab kupon yang diberikan pada SBN ritel umumnya lebih tinggi dibandingkan SBN biasa.

PEREBUTAN DANA

Di sisi lain, Made mengatakan gencarnya penerbitan SBN ritel pada tahun depan akan menyebabkan terjadinya perebutan dana pihak ketiga dengan perbankan. Apalagi, kini investor ritel bisa membeli instrumen SBN ritel dengan nominal rendah, mulai dari Rp1 juta, sehingga mudah mereka beralih dari deposito ke SBN ritel.

Meski demikian, dia menilai penerbitan SBN ritel yang masih di bawah Rp100 triliun tidak akan terlalu menggerus kecukupan likuiditas perbankan. Lagi pula, instrumen perbankan memiliki keunggulan tersendiri yang berbeda dibandingkan dengan SBN ritel, antara lain tenornya yang lebih pendek dan bisa dicairkan kapan saja dibutuhkan.

Fikri C. Permana, Ekonom Pemeringkat Efek Indonesia atau Pefindo, mengatakan bahwa secara umum pasar yang disasar deposito dan SBN ritel relatif berbeda, sehingga kekhawatiran akan berpindahnya dana dari deposito secara masif pada SBN tidak terlalu besar.

Adapun, Direktur Utama PT Bank Maybank Indonesia Tbk. Taswin Zakaria mengatakan peningkatan penerbitan surat utang tersebut akan berdampak pada ketersediaan likuiditas bagi penyaluran kredit.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper